Selasa, 17 Desember 2019

FILSAFAT ILMU Marsigit Annisa Nur Arifah 3

TUGAS AKHIR PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU
DOSEN: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Oleh: Annisa Nur Arifah NIM: 18709251058

IDENTIFIKASI PERSOALAN PENELITIAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
   A.    Calon Judul Tesis
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Setting Strategi IMPROVE Berorientasi pada Kemampuan Representasi dan Kemampuan Critical Thinking Siswa SMP Kelas VII
   B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana tingkat kevalidan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan setting strategi IMPROVE berorientasi pada kemampuan representasi dan kemampuan critical thinking siswa SMP kelas VII?
2.      Bagaimana tingkat kepraktisan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan setting strategi IMPROVE berorientasi pada kemampuan representasi dan kemampuan critical thinking siswa SMP kelas VII?
3.      Bagaimana tingkat keefektifan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan setting strategi IMPROVE berorientasi pada kemampuan representasi dan kemampuan critical thinking siswa SMP kelas VII?

   C.    Metodologi
Penelitian ini merupakan penelitian dengan bentuk penelitian pengembangan (Research and Development), yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menghasilkan sebuah perangkat pembelajaran. Hasil dari penelitian ini berupa produk perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) dengan setting strategi IMPROVE yang meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD). Perangkat tersebut akan dinilai kualitasnya berdasarkan aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan ditinjau dari kemampuan representasi dan kemampuan critical thinking.
Model penelitian yang digunakan adalah model ADDIE. Tahapan dalam model penelitian ADDIE menurut Branch (2009:1) terdiri dari analisis (analysis), perancangan (design), pengembangan (development), implementasi (implementation), dan evaluasi (evaluation).



FILSAFAT ILMU Marsigit Annisa Nur Arifah


TUGAS AKHIR PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU
DOSEN: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Oleh: Annisa Nur Arifah NIM: 18709251058
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
“Penjelasan Filosofis Terhadap Beberapa Persoalan Matematika Di Sekolah”



Disusun oleh:
Annisa Nur Arifah
NIM: 18709251058


Makalah ini ditulis untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018

DAFTAR ISI








PENJELASAN FILOSOFIS TERHADAP BEBERAPA PERSOALAN MATEMATIKA DI SEKOLAH

A.    Pendahuluan

Kajian Filsafat bersifat intensif dan ekstensif. Intensif maksudnya adalah dalam sedalam dalamnya sampai tidak ada yang lebih dalam. Ekstensif artinya luas seluas-luasnya. Walaupun intensif dan ekstensif adalah “dalam” dan “luas” dalam khasanah kemampuan manusia, tetapi pengertian demikian serta-merta langsung dapat berbenturan dengan kaidah Agama. Oleh karena itu mempelajari filsafat tidaklah terbebas dari ketentuan-ketentuan. Memelajari Filsafat hendaknya tidak bersifat parsial, tetapi bersifat komprehensif dan holistik. Mengomunikasikan Filsafat hendaknya sesuatu dengan ruang, waktu dan konteksnya. Mempelajari Filsafat hendaknya dilandasi keyakinan dan akidah spiritualitas yang kokoh. Filsafat adalah pikiran para Filsuf, maka mempelajari Filsafat adalah mempelajari pikiran para Filsuf (Marsigit, 2013).
Salah satu Filsuf besar yaitu Descartes, berdasarkan Turan H. (2014) Descartes membawa proposisi matematika ke dalam keraguan saat ia meragukan semua keyakinan tentang hakekat akal sehat dengan mengasumsikan bahwa semua keyakinan berasal dari persepsi tampaknya hanya sampai pada anggapan awal bahwa masalah yang dihadapinya sebetulnya adalah suatu keraguan tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari masalah keraguan tentang keberadaan zat. Descartes mengklaim bahwa meskipun matematika secara ekstensif menggunakan metode deduksi, namun dia mengatakan bahwa deduksi adalah metode tunggal yang sah dan memegang intuisi yang sangat diperlukan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi matematika memiliki tingkat yang sama dengan kepastian sebagai argumen cogito ontologis yang pasti.

1.      Ontologi Matematika

Menurut Endang Komara (2011) ontologi adalah penjelasan tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu). Ontology menurut istilah merupakan ilmu yang membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik berbentuk jasmani/konkret maupun rohani abstrak (Bakhtiar 2004). Suriasumantri (2007), menuliskan bahwa ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang “ada”.Ontology merupakan salah satu cabang filsafat yang termasuk dalam kajian metafisika. Metafisika umum atau ontologi, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus. Pembahasan ini dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yang sesungguhnya dari penampilan atau penampakan eksistensi itu.
Ada 3 teori ontologi yang terkenal.
1) Idealisme. Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya berada di dalam dunia ide. Segala sesuatu yang tampak dan wujud nyata dalam inderawi hanyalah merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang berada di dunia ide. Jadi realitas yang sesungguhnya, bukanlah yang kelihatan, melainkan yang tidak kelihatan. Tokoh-tokoh idealis adalah George Berkeley, Immanuel Kant, dan Wilhelem Friederich Hegel.
2) Materialisme. Bagi materialisme, ada yang sesungguhnya adalah yang keberadaannya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung pada material. Jadi, realitas yang sesungguhnya alam kebendaan, dan segala sesuatu yang mengatasi alur kebendaan itu haruslah dikesampingkan. Oleh karena itu seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistis. Tokoh-tokoh materialis adalah Demokritos, Thomas Hobbes, dan Ludwig Andreas Feuerbach.
3) Dualisme. Teori ini mengajarkan bahwa substansi individual terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda dan tak dapat direduksi kepada yang lainnya. Kedua tipe fundamental dari substansi itu ialah material dan mental. Dengan demikian, dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi atau yang ada secara fisik dan mental atau yang keberadaannya tidak kelihatan secara fisis.
Berdasarkan beberapa pengertian ontologi di atas, dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan penjelasan mengenai hakikat segala sesuatu yang ada, baik kongkrit maupun abstrak. Sesuatu itu dapat diisi dengan matematika model.
Ontology matematika, pada hakekatnya matematika  menurut  Ruseffendi (1988 : 23),  adalah  bahasa  simbol;  ilmu  deduktif;  ilmu  tentang  pola  keteraturan,  dan  struktur  yang  terorganisasi,  mulai  dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur  yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya dalil. Sedangkan hakekat model yaitu model kosong dari suatu arti. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 923) model adalah pola (contoh, acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan. Pemodelan adalah pendukung kuat makna dan pemahaman dalam matematika. Pemodelan mendorong penalaran melalui proses penyederhanaan dan elaborasi yang saling melengkapi. Pada 1980-an, Shell Centre for Mathematical Education dan dewan ujian Inggris mengembangkan kurikulum dan skema penilaian Numeracy through Problem Solving (NTPS, 1987-89). Meskipun utamanya ditujukan untuk mengembangkan literasi matematika, mereka juga menunjukkan bagaimana kegiatan pemodelan dapat mempromosikan representasi, simbol dan formalisme, dan kompetensi alat.

2.      Epistemologi

Epistemologis membahas tentang terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu.( pengantar filsafat ilmu (Suaedi, 2016). Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan ilmu pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari dua kata Yunani, episteme (pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu). Jadi epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu pengetahuan.
Ada tiga (3) jenis pengetahuan. Pertama, pengetahuan biasa, pengetahuan ini hasil dari penyerapan inderawi terhadap objek tertentu yang dijumpai. Kedua, pengetahuan ilmiah, yakni pengetahuan yang diperoleh melalui metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kebenaran atau kepastian yang dicapai. Pengetahuan ini disebut sains. Dan ketiga, pengetahuan filsafati, yakni pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas dari seluruh realita yang dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.
Secara epistemologis, model merupakan metodologi yang berjalan dalam timeline vital (dipilih) dan fatal (memilih). Berikut ini merurut Bitman Simanullang dan Clara Ika Sari Budhayanti (2008) diberikan suatu metodologi dasar dalam proses penentuan model matematika atau sering disebut pemodelan matematika.

Tahap 1. Masalah.
Adanya masalah nyata yang ingin dicari solusinya merupakan awal kegiatan penyelidikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi secara jelas, diperiksa dengan teliti menurut kepentingannya. Bila masalahnya bersifat umum maka diupayakan menjadi masalah khusus atau operasional.

Tahap 2. Karakterisasi masalah.
Masalah yang diteliti diperlukan karakterisasi masalahnya, yaitu pengertian yang mendasar tentang masalah yang dihadapi, termasuk pemilihan variabel yang relevan dalam pembuatan model serta keterkaitanya.

Tahap 3. Formulasi model matematik.
Formulasi model merupakan penterjemahan dari masalah kedalam persamaan matematik yang menghasilkan model matematik. Ini biasanya merupakan tahap (pekerjaan) yang paling penting dan sukar. Makin paham akan masalah yang dihadapi dan kokoh penguasaan matematik seseorang, akan sangat membantu memudahkan dalam mencari modelnya. Dalam pemodelan ini kita selalu berusaha untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Makin sederhana model yang diperoleh untuk tujuan yang ingin dicapai makin dianggap baik model itu. Dalam hal ini model yang digunakan ada-kalanya lebih dari satu persamaan bahkan merupakan suatu sistem, atau suatu fungsi dengan variabelvariabel dalam bentuk persamaan parameter. Hal ini tergantung anggapan yang digunakan. Tidak tertutup kemungkinan pada tahap ini juga dilakukan "coba" , karena model matematik ini bukanlah merupakan hasil dari proses sekali jadi.

Tahap 4. Analisis.
Analisis matematik kemudian dilakukan dengan pendugaan parameter serta deduksi sifat-sifat yang diperoleh dari model yang digunakan.

Tahap 5. Validasi.
Model umumnya merupakan abstraksi masalah yang sudah disederhanakan, sehingga hasilnya mungkin berbeda dengan kenyataan yang diperoleh. Untuk itu model yang diperoleh ini perlu divalidasi, yaitu sejauh mana model itu dapat dianggap memadai dalam merepreaen-tasikan masalah yang dihadapi. Proses validasi ini sebe-narnya sudah dimulai dalam tahap analisis, misalnya dalam hal konsistensi model terhadap kaedah-kaedah yang berlaku.

Tahap 6. Perubahan.
Apabila model yang dibuat dianggap tidak memadai maka terdapat kemungkinan bahwa formulasl model yang digunakan atau karakterisasi masalah masih banyak belum layak (sesuai).

B.     Penjelasan Filosofis Terhadap Beberapa Persoalan Matematika Di Sekolah

1.      Filsafat Matematika

Filsafat matematika merupakan salah satu bagian dari filsafat ilmu. matematika sebagai ilmu, baru dikembangkan oleh filsuf Yunani sekitar lima ribu tahun kemudian. Filsuf-filsuf besar Yunani yang mengambangkan matematika ialah Pythagoras dan Plato, meskipun secara umum dapat dikatakan semua filsuf Yunani kuno bukan hanya menguasai matematika, melainkan juga ikut serta mengembangkannya. Pythagoras menemukan kenyataan yang menunjukkan bahwa fenomena yang berbeda dapat menunjukkan sifat-sifat matematis yang identik, ia menyimpulkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat dilambangkan ke dalam bilangan dan dalam keterhubungan angka-angka. Semboyan Pythagoras yang sangat terkenal adalah panta aritmos yang berarti segala sesuatu adalah bilangan (kebenaran asersi ini akan dibahas dalam Modul selanjutnya). Plato berpendapat bahwa geometri adalah kunci untuk meraih pengetahuan dan kebenaran filsafat. Menurut Plato, ada suatu “dunia” yang disebutnya “dunia ide”, yang dirancang secara matematis. Segala sesuatu yang dapat dipahami lewat indera, hanyalah suatu representasi tidak sempurna dari “dunia ide” tersebut. Dunia ide bukan hanya model ideal dari objek fisik saja akan tetapi juga termasuk kejadian-kejadian. Menurut Plato, matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek tertentu dari dunia empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian realitanya.
Filsafat matematika Aristoteles sebagian dikembangkan dari oposisinya terhadap Plato (gurunya) dan sebagian lagi bebas dari ajaran Plato. Aristoteles membedakan dengan tajam antara kemungkinan mengabstraksi bulatan dengan karakteristik matematis yang lain dan objek-objek dan kebebasan keberadaannya dari karakteristik atau contoh-contohnya, yakni lingkaran. Bidang studi matematika adalah hasil abstraksi matematis yang ia sebut “objek matematis”.
Filsuf matematika yang lainnya yaitu Gottfried Wilhelm Leibniz. Ia adalah matematikawan, filsuf, dan fisikawan yang banyak menyerupai Plato dan Aristoteles. Dalam bukunya Monandology, yang ditulis dua tahun sebelum kematiannya, ia memberikan sinopsis filsafatnya sebagai berikut:
“Terdapatlah, juga, dua macam kebenaran, yaitu kebenaran penalaran dan kebenaran kenyataan (fakta). Kebenaran penalaran adalah perlu dan lawannya adalah tidak mungkin. Kebenaran kenyataan adalah kebetulan dan lawannya adalah mungkin. Apabila suatu kebenaran adalah perlu, alasannya dapat dicari dengan melalui analisis, menguraikannya ke dalam ide-ide kebenaran yang lebih sederhana, sampai Anda tiba di sini tempat yang Anda ... Dengan demikian, kebenaran penalaran, mendasarkan pada “prinsip kontradiksi”, yang diambilnya untuk mengkover prinsip identitas dan prinsip tolak-tengah. Bukan hanya tolologi trivial, tetapi semua aksioma, postulat, definisi, dan teorema matematika, adalah kebenaran penalaran, dengan kata lain, semuanya itu adalah proposisi identik yang sebaliknya adalah suatu pernyataan kontradiksi”.
Selain itu, tokoh-tokoh lainnya adalah Wilkins, DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat  beberapa definisi  tentang matematika yang berbeda-beda. Ahli logika Whitehead menyatakan bahwa matematika dalam arti yang paling luas adalah pengembangan semua jenis pengetahuan yang bersifat formal dan  penalarannya bersifat  deduktif. Boole berpendapat bahwa itu matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas.  Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman.  Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan matematika konsistensi ini.  Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan konsep baru.
Hempel, CG, 2001, menegaskan kembali apa yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa matematika itu sendiri merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain seperti astronomi, fisika, kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran adalah lebih umum daripada apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi yang telah diuji dan dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yang paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana hukum-hukum matematika telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu umat manusia begitu luar biasa bahwa kita telah dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG, 2001, lebih lanjut menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil yang telah ditetapkan, seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan bahwa himpunaniap istilah dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal primitif, dan himpunaniap proposisi teori secara logis deducible dari postulat, adalah sepenuhnya tepat. Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa prinsip-prinsip dapat dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif atau dalil-dalil logika. Dengan menggabungkan analisis dari aspek sistem Peano, Hempel menerima tesis dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari logika karena semua konsep matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat didefinisikan dalam empat konsep dari logika murni, dan semua teorema matematika dapat disimpulkan dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip logika. Bold, T., 2004, menyatakan bahwa komponen penting dari matematika mencakup konsep angka integer, pecahan, penambahan, perpecahan dan persamaan; di mana penambahan dan pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika dan konsep bilangan bulat dan pecahan adalah elemen dari konsep-konsep matematika.
Bold, T., 2004, lebih lanjut menunjukkan bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan pikiran untuk mengetahui sifat abstrak dari dari obyek dan menggunakannya tanpa kehadiran obyek. Karena kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia percaya bahwa salah satu motif dari intuitionists untuk berpikir matematika adalah produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga adalah konsep infinity, sedangkan konsep tak terbatas didasarkan pada konsep kemungkinan. Dengan demikian, konsep tak terbatas bukan kuantitas, tetapi konsep yang bertumpu pada kemungkinan tak terbatas, yang merupakan karakter dari kemungkinan. Berikutnya ia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan abstraksi dan kemungkinan. Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan rasional dan irasional sama sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep pecahan sebagaimana selalu dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan dengan konsep-konsep matematika, bilangan rasional sebagai n / p dan bilangan irasional dengan p adalah bilangan bulat, hanya masalah cara berekspresi. Perbedaan antara mereka adalah masalah dalam matematika untuk dijelaskan dengan istilah matematika dan bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992, menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi  nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara  bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja.  Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian dikenal sebagai idealisasi.
Peterson, I., 1998, menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika David Hilbert (1862-1943) menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari dasar aritmatika hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran matematika dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti bahwa seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada saat yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa matematika formal didasarkan pada logika formal; mengurangi hubungan matematis untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya terdefinisi dalam matematika formal adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa. Ada klaim bahwa hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat diturunkan sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti matematis yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar yang aksioma. Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi dan tidak pernah menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada, karena itu, ahli matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas yang paling umum dibayangkan karena itu tampaknya memberikan harapan paling baik, jika himpunan tidak terbatas ada maka akan menjadi landasan matematika yang kokoh. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus langsung terhubung ke sifat program non-deterministic di alam semesta yang potensial tidak terbatas, hal ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal dan himpunan yang dapat dibangun dari mereka. Obyek didefinisikan dalam suatu sistem matematis yang formal tidak peduli apakah aksioma tak terhingga itu termasuk yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan sebagai suatu program komputer untuk menghasilkan teorema di mana program tersebut dapat menghasilkan semua nama-nama benda atau himpunan yang didefinisikan dalam sistem tersebut. Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang lebih besar yang pernah didefinisikan dalam sistem matematika yang terbatas, tidak akan dihitung dari dalam sistem tersebut.
Peterson, I., 1998, mencatat bahwa apa Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah jika kita cukup pintar dan bekerja cukup lama, dan matematikawan Gregory J. Chaitin dan Thomas J. Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa ada batas untuk apa matematika bisa dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) membuktikan bahwa tidak ada prosedur keputusan tersebut adalah mungkin untuk setiap sistem logika yang terdiri dari aksioma dan proposisi cukup canggih untuk mencakup jenis masalah matematika yang hebat yang bekerja pada setiap hari; ia menunjukkan bahwa jika kita asumsikan bahwa sistem matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan bahwa itu tidak lengkap. Peterson mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak peduli apa sistem aksioma atau aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan yang dapat tidak terbukti atau tidak valid dalam sistem.  Memang, matematika penuh dengan pernyataan dugaan dan  menunggu bukti dengan jaminan bahwa jawaban tertentu telah pernah ada.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur tidak dapat menghasilkan hasil yang lebih kompleks dari pada prosedur itu sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak bisa melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa memahami nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat diakses, dan selalu akan muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi kesulitan, tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita tidak diabaikan. Peterson, I., 1998, menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa kita jauh lebih mungkin untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam domain  matematika tertentu; kompleksitas versin teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah acak, tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk membuktikan fakta ini.
Selanjutnya, Peterson, I., 1998, menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan bahwa ada jumlah tak terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat, katakanlah, aritmatika yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika, jadi tidak ada cara untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau salah dengan menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis sama dengan mengatakan bahwa struktur aritmatika adalah acak. Chaitin menyimpulkan bahwa struktur matematika adalah fakta matematis yang analog dengan hasil dari sebuah lemparan koin dan kita tidak pernah bisa benar-benar membuktikan secara logis apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa dengan cara yang sama bahwa tidak mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana seorang individu yang terkena radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika tak berdaya untuk menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat membuat prediksi yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom, ahli matematika mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang sama; yang membuat matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG, 2001, berpendapat bahwa setiap sistem postulat matematika yang konsisten, bagaimanapun, mempunyai interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya, sedangkan satu himpunan definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari definienda dengan cara yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano postulat yang diperoleh masih belum lengkap dalam arti bahwa tidak setiap bilangan memiliki akar kuadrat, dan lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar memiliki solusi dalam sistem; ini menunjukkan bahwa ekspansi lebih lanjut dari sistem bilangan dengan pengenalan bilangan real dan akhirnya kompleks. Hempel menyimpulkan bahwa pada dasar dari dalil operasi aritmatika dan aljabar berbagai dapat didefinisikan untuk jumlah sistem baru, konsep fungsi, limit, turunan dan integral dapat diperkenalkan, dan teorema berkaitan erat dengan konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sehingga akhirnya sistem besar matematika seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar yang sempit dari sistem Peano itu; setiap konsep matematika dapat didefinisikan dengan menggunakan tiga unsur primitif dari Peano, dan setiap proposisi matematika dapat disimpulkan dari lima postulat yang diperkaya oleh definisi dari non-primitif tersebut, langkah penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan cara tidak lebih dari prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa theorems tentang bilangan real, bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang biasanya tidak termasuk di antara yang terakhir dan ini adalah aksioma yang disebut pilihan di mana ia menyatakan bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, tidak ada yang kosong, ada setidaknya satu himpunan yang memiliki tepat satu elemen yang sama dengan masing-masing himpunan yang diberikan.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi semua matematika dapat diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang luar biasa dan sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang validitas. Menurut dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda, sedangkan dalam sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan untuk arti khusus untuk konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa jika karena itu matematika adalah menjadi teori yang benar dari konsep-konsep matematika dalam arti yang dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk menunjukkan bahwa seluruh sistem adalah diturunkan dari Peano mendalilkan kecocokan definisi, melainkan, kita harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya benar ketika unsur primitif dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika definisi di sini ditandai secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini merupakan salah satu kasus di mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan logika membuktikan bahwa definiens dari setiap satu dari mereka secara eksklusif mengandung istilah dari bidang logika murni.
Hempel, CG, 2001, menyatakan  bahwa sistem mandiri yang stabil tentang prinsip dasar adalah ciri khas dari teori matematika; model matematika dari beberapa proses alami atau perangkat teknis pada dasarnya adalah sebuah model yang yang stabil tentang yang dapat diselidiki secara independen dari "aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model dan" asli "hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat diselidiki oleh matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk menyempurnakan model yaitu untuk mengubah definisi untuk mendapatkan kesamaan lebih dengan "asli", mengarah ke model baru yang harus tetap stabil, untuk memungkinkan penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika adalah bagian dari ilmu kita yang bisa secara terus melakukannya jika kita bangun. Hempel menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan ke "aslian" sumbernya; akan tetapi terlihat bahwa beberapa model dibangun dengan buruk, dalam arti korespondensi untuk "aslian" sumber mereka, namun yang matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. Menurut dia, sejak model matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi " "keaslian" nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh beberapa model baru tidak hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber "asli", tetapi juga untuk percobaan belaka. Dengan cara ini orang dapat memperoleh berbagai model dengan mudah yang tidak memiliki "sumber asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang tidak memiliki dan tidak dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.
Hempel, CG, 2001, mencatat bahwa, dalam matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari dua bagian - premis dan kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal tidak hanya dari himpunan aksioma, tetapi juga dari premis yang khusus untuk teorema tertentu; dan premis ini bukan perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa teori-teori matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan demikian, di Kalkulus setelah konsep kontinuitas terhubung maka berikut diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll dan semua ini tidak bertentangan dengan tesis tentang karakter aksioma, prinsip dan aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja"  dengan menganggap teori-teori matematika sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menjelaskan bahwa pada pergantian abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap dasar-dasar sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika Aristotelian tampak penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun geometri Euclid juga tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan bahwa konsepsi alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak aplikasi. Dia menyatakan bahwa upaya-upaya serupa untuk berpikir ulang struktur logika mulai akhir abad kesembilan belas di mana John Stuart Mill mencoba untuk mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran manusia yang difokuskan pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. Kemerling summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil pendekatan yang berbeda.
Ia menjelaskan bahwa Logika adalah studi tentang kebenaran yang diperlukan dan metode sistematis untuk mengekspresikan dengan jelas dan rigourously menunjukkan kebenaran tersebut; logicism adalah teori filsafat tentang status kebenaran matematika, yakni, bahwa mereka secara logis diperlukan atau analitik. Disarankan bahwa untuk memahami logika pertama-tama perlu untuk memahami perbedaan penting antara proposisi kontingen, yang mungkin atau mungkin tidak benar, dan proposisi perlu, yang tidak bisa salah; logika adalah bukti untuk membangun, yang memberikan kita konfirmasi yang dapat diandalkan kebenaran proposisi terbukti. Logika dapat didefinisikan sebagai bersangkutan dengan metode untuk penalaran. Sistem logical kemudian formalisations satu metode yang tepat dan kebenaran logis adalah mereka dibuktikan dengan metode yang benar. Kebenaran-kebenaran matematika karena itu kontingen, namun untuk logicism, kebenaran matematika adalah sama dalam semua kemungkinan dunia, karena mereka tidak tergantung pada keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi anggapan bahwa himpunan yang dibutuhkan ada; sejak benar dalam himpunaniap dunia yang mungkin, matematika harus logis diperlukan.
Shapiro, S., 2000, bersikeras bahwa, logika adalah cabang kedua matematika dan cabang filsafat; bahasa formal, sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek matematika dan, dengan demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka matematika sifat dan hubungan. Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang penalaran yang benar, dan penalaran merupakan kegiatan, epistemis mental, dan karena itu menimbulkan pertanyaan mengenai relevansi filosofis aspek matematis dari logika; bagaimana deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa formal, berhubungan dengan penalaran yang benar, apa hasil matematika dilaporkan di bawah ini ada hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa filsuf menyatakan bahwa kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk logis dan bahwa bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO Quine menyatakan bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan ilmiah dan metafisik yang serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah bahwa struktur logis dalam bahasa diperintah harus transparan. Oleh karena itu, bahasa formal adalah model matematika dari bahasa alami, sebuah bahasa formal menampilkan fitur tertentu dari bahasa alam, atau idealisasi dari padanya, sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa model harus mengganti apa itu model.
Kemerling, G. 2002, menjelaskan bahwa titik puncak dari pendekatan baru untuk logika terletak pada kapasitasnya untuk menerangi sifat penalaran matematika, sedangkan kaum idealis berusaha untuk mengungkapkan hubungan internal dari realitas absolut dan pragmatis ditawarkan untuk memperhitungkan manusia Permintaan sebagai pola longgar investigasi, ahli logika baru berharap untuk menunjukkan bahwa hubungan paling signifikan antara dapat dipahami sebagai murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa matematikawan seperti Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini dimungkinkan untuk membangun matematika tegas dengan alasan logis, sedangkan Giuseppe Peano telah menunjukkan pada 1889 bahwa semua aritmatika dapat dikurangi ke sistem aksiomatis dengan hati-hati dibatasi himpunan awal mendalilkan . Pada sisi lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan mendalilkan dalam notasi simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell dan Whitehead telah menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913), dengan tiga volume besar untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui definisi nomor bukti bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa meskipun karya Gödel dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini, signifikansi bagi pemahaman kita tentang logika dan matematika tetap undimmed.
Kant menyatakan bahwa matematika murni, sebagai kognisi a priori, hanya mungkin dengan mengacu pada benda selain yang diindra, di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang dan waktu) yang a priori. Kant mengklaim bahwa ini mungkin, karena intuisinya yang terakhir tidak lain adalah bentuk sensibilitas belaka, yang mendahului penampilan yang sebenarnya dari objek, dalam hal ini, pada kenyataannya, membuat mereka mungkin; namun ini merupakan kemampuan berintuisi a priori yang mampu memahami fenomena non fisik. Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur biasa kita memerlukan pengetahuan geometri, bahwa semua bukti tentang similaritas dari dua benda yang diberikan akhirnya akhirnya diperoleh; yang ternyata tidak lain bahwa bukti itu sampai pada intuisi langsung, dan intuisi ini harus murni, dan bersifat a priori. Jika proposisi tidak mempunyai kebenaran matematika yang tinggi, maka hal tersebut tidak dapat disimpulkan dari hanya memperoleh kepastian empiris saja. Kant lebih jauh menyatakan bahwa di mana-mana ruang memiliki tiga dimensi, dan pada suatu ruang berlaku dalil bahwa tidak lebih dari tiga garis lurus dapat memotong pada sudut yang tepat di satu titik.

2.      Matematika formal

Matematika formal juga terdapat dalam filsafat matematika. Matematika formal Hilbert salah satunya. Selain Plato, filsuf yang membahas mengenai geometri adalah Hilbert. David Hilbert (1862-1943) merupakan filsuf dan matematikawan hebat yang berasal dari Jerman. Ia yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukan oleh Pythagoras.
Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan konsep baru. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika. Ia juga berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah jika kita cukup pintar dan bekerja cukup lama.
Folkerts, M.(2004) menunjukkan bahwa pada tahun 1920 Hilbert mengajukan proposal yang paling rinci untuk menetapkan validitas matematika; menurut teori bukti, semuanya akan dimasukkan ke dalam bentuk aksioma, memungkinkan aturan inferensi menjadi hanya logika dasar, dan hanya mereka kesimpulan yang bisa dicapai dari himpunan berhingga dari aksioma dan aturan inferensi itu harus diterima. Menurut Hilbert, sistem seperti itu ada, misalnya, orde pertama predikat kalkulus, tapi tidak ada yang ditemukan mampu memungkinkan matematikawan untuk melakukan matematika yang menarik. Posy, C. (1992) menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur pada bagian intuitif matematika, pada dasarnya bahwa pemikiran finitary dan sistem formal.

3.      Objek Permasalahan Matematika

a.       Persegi
Persegi adalah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang sama panjang dan memiliki empat buah sudut yang kesemuanya adalah sudut siku-siku. Persegi merupakan turunan dari segi empat yang mempunyai ciri khusus keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku (90°). Ciri-ciri lain dari persegi yaitu:
a.       Terbentuk dari 4 garis yang saling berpotongan tegak lurus.
b.      Memiliki 4 sisi sama panjang.
c.       Memiliki 4 titik sudut.
d.      Keempat sudutnya siku-siku.
e.       Memiliki 2 pasang garis sejajar
f.       Setiap sudut-sudut dalam persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya sehingga diagonalnya merupakan sumbu simetri.
Sifat-sifat persegi yaitu semua sisi persegi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, diagonalnya sama panjang, setiap sudut persegi dibagi dua sama besar oleh diagonalnya, serta kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus.
.
Penemu persegi adalah st. Patrick Geomatri yang berasal dari Yunani. Ia menemukan persegi sejak tahun  461 Masehi. Pada saat itu ia membentuk taman berbentuk persegi, selain itu ia mengonversikan persegi berukuran sedang dan kecil dan persegi itu dapat digunakan sebagai pelajaran geometri pada mata pelajaran matematika.
b.      Nilai π (phi)
Struktur yang tak terhingga banyaknya tentunya tidak akan mampu saya sebutkan satu persatu karena keterbatasannya kemampuan saya sebagai manusia untuk memikirkannya. Oleh sebab itu untuk menggali lebih dalam sebuah struktur diperlukan telaah yang terfokus kepada suatu core atau DNA yang dikembangkan serta ditelaah lebih detail sehingga strukturnya ditemukan lebih kompleks dan mampu dipahami. Salah satu core atau DNA struktur yang akan dibahas pada makalah ini adalah struktur bilangan phi yang disimbolkan π sebagai sebuah bilangan yang sangat penting dalam perhitungan luas serta keliling sebuah lingkaran. Sebagaimana kita ketahui dimuka bumi ini banyak sekali lingkaran-lingkaran yang ditemui di sekitar kita. Lingkaran yang tentunya tersusun oleh beberapa banyaknya unsur dari yang ada dan yang mungkin ada. Unsur ada dalam sebuah lingkaran dimulai dari titik, garis, diameter, jari-jari, tali busur, phi dan sebagaianya.
Lingkaran yang kita pelajari di di sekolah merupakan reduksifisme dari alam semesta. Alam semesta yang berbentuk Bola dimana bola itu sendiri merupakan permenidesianisme lingkaran dari dimensi tiga ke dimensi dua. Namun, perubahan dimensi ini tidak terjadi keseluruhan disebabkan disisi yang lain  dari perubahan dimensi itu bersifat tetap yang disebut heraclitos. Heraclitos bola ke lingkaran salahsatunya adalah bilangan π (dibaca phi). Bilangan π yang tentunya sangat penting dalam perhitungan luas dan keliling lingkaran. Penggunaan bilangan π tentunya bersifat relatifisme bergantung pada objek yang menggunakannya. Hal ini disebabkan ketakhinggaan nilai dari bilangan π tersebut sehingga pembulatan yang digunakan bergantung kepada kebutuhan objek yang menggunakannya. Bilangan π yang ada di dalam pikiran bersifat identitas walaupun tak terhingga banyaknya.
Ketakhinggaan nilai π jika dituangkan dalam dimensi filsafat mengajarkan kita makna dari sebuah kehidupan. Berawal dari dimensi material yaitu berupa penggunaan bilangan π tersebut dalam perhitungan benda-benda yang berbentuk lingkaran yang sering kita temui, kemudian ke tahap dimensi formal pada perhitungan lingkaran dalam penyelesaian soal matematika, kemudian ke tahap dimensi normatif pada penggunaan bilangan π di teknologi komputer sampai kepada dimensi spiritual mengajarkan kita bahwa adanya katakhinggaan menyebabkan kita sebagai manusia harus terus berusaha dan ada batas dimana manusi tidak mampu untuk melampauinya. Hanyalah sang kausa prima Tuhan Pencipta Alam semesta yang mengetahuinya. Manusia sebagai kaum yang mensinergikan fatal dan vitalismenya kehidupan hal ini sebagai wadah untuk tesis dan anti-tesisnya ilmu pengetahuan sehingga tercipta pengetahuan baru.
c.       Angka 0 (nol)
Banyak orang beranggapan bahwa rumus 1-1=0 adalah kebenaraan dan kenyataan akhir, yang tidak perlu lagi mengundang pertanyaan. Namun jika kita bertanya apakah arti dari lambang nol (0), bagaimana asal mula ditemukannya nol, mengapa lambang nol berbentuk 0? Informasi yang kita dapatkan pun tidak memuaskan.  Sedikit sekali referensi yang menjelaskan asal usul ditemukannya angka nol.

Rumus 1-1=0 adalah abstraksi dari sebuah kenyataan. Dalam dunia nyata 1-1=0, adalah satu apel dikurangi satu apel sama dengan kosong. Kosong dilambangkan dengan nol. Jika lambang angka satu bermakna sebuah benda maka hasil pengurangan dari sebuah benda adalah benda. Jika nol bukan benda maka akan terjadi kerancuan berpikir dimana benda dikurangi benda sama dengan gaib. Itu adalah kritikan terhadap orang-orang materialis. Saya bukan tipe materialis. Jadi benda apakah nol? Bagi saya Nol adalah lambang kenyataan dari adanya ketiadaan (kegaiban). Jika demikian nol bukan kekosongan karena nol adalah lambang kegaiban. Nol adalah lambang misteri yang harus mendapat penjelasan dari berbagai sumber pengetahuan. Wahyu adalah kumpulan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan, yang bertugas membantu manusia menjelaskan hal-hal yang gaib menjadi sebuah kenyataan.
1.      Fenomena Pembelajaran
Dari uraian sisi-sisi persegi diatas, terdapat kaitan sisi-sisi persegi dengan ilmu dan derajat orang dimata Sang Pencipta. Persegi dan ilmu mempunyai kesamaan yaitu sisi persegi ibarat ilmu dan sisi yang lain ibarat derajat. Jadi semakin panjang sisi persegi maka semakin panjang pula sisi persegi yang lain dan semakin pendek sisi persegi semakin pendek pula sisi persegi yang lain.
Jika kita kaitkan dengan ilmu maka semakin panjang/banyak ilmu seseorang maka semakin panjang juga/tinggi derajat seseorang tersebut dan juga semakin sedikit atau pendek ilmu seseorang maka semakin rendah derajat seseorang. Namun, yang pelu diingat, ilmu yang bisa mengangkat derajat kita yaitu ilmu yang sekaligus bisa mengamalkannya.
Apa ada sisi suatu persegi yang negative? Tentu saja tidak karena panjang dan lebar suatu bangun datar haruslah positif.
Sama halnya dengan ilmu, tidak ada derajat bagi pemilik ilmu yang tidak mengamalkannya atau malah ilmu tersebut menjadikannya sombong, ujub, tinggi hati yang nantinya malah menjeruskannya kedalam api neraka. Mari kita tingkatkan keimanan kita dan semoga kita tergolong orang-orang yang berilmu dan mampu mengamalkannya sehingga kita akan mendapatkan derajat yang tinggi dan pada akhirnya kita akan mempeloleh surga-Nya.

C.    KESIMPULAN

Filsafat mempunya tiga landasan yaitu ontology, epistemology, dan aksiologi menjadikan dasar yang kuat untuk semua lini kehidupan. Matematika merupakan ilmu yang berguna pada semua lini kehidupan. Filsafat matematika akan sangat membantu dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari. Filsafat matematika telah dijabarkan oleh banyak filsuf terdahulu. Penggunaan ilmu matematika umumnya berada di sekolah. Matematika yang ada di sekolah disebut juga matematika formal. Banyak permasalahn dalam ilmu matematika di sekolah. Permasalahan-permasalahan tersebut bisa lebih mudah diselesaikan melalui pandangan filsafat.

DAFTAR PUSTAKA

Beth, Evert W. 1962. Formal methods. Dordrecth: D. Reidel Publishing Company
Field, H., 1999, Which Undecidable Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Folkerts, M., 2004, Mathematics in the 17th and 18th centuries,  Encyclopaedia            Britannica,
Folkerts, M., 2004, Mathematics in the 17th and 18th centuries,  Encyclopaedia            Britannica,
Ford & Peat, 1988, Mathematics as a language, Wikipedia, the free encyclopedia,
Guerrier. 2008. Truth versus validity in mathematical proof. ZDM Mathematics Education, 40 (1) p.373-384
Irvine, A.D., 2003, Principia Mathematica, Stanford Encyclopedia of Philosophy,         http://plato.standford.edu/cgi-bin/encyclopedia/archinfo.cgi?entry=principia           mathematica
John W. Dawson, Jr., 1997. Logical Dilemmas: The Life and Work of Kurt GödelA. K. Peters, Wellesley Mass, ISBN 1-56881-256-6.
Jones, R.B.,1997, A Short History of Rigour in Mathematics, http://www.rbjones.       com/rbjpub/rbj.htm
Kalderon, M.E., 2004, The Foundations of Arithmetic, http://www.kalderon.    demon.co.uk/FA.pdf.
Kant, I., 1787, The Critic of Pure Reason: First Part, Transcendental Aesthetic,            ranslated by by F. Max Muller
Marsigit. (2011). Pengembangan Karakter dalam Pendidikan Matematika. Pendidikan Karakter dalam Perspektif dan Teori. Yogyakarta: UNY Press
Marsigit. (2011). Pengembangan Nilai-nilai Matematika dan Pendidikan Matematika sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa. Seminar Nasional Nilai-nilai dan Aplikasi dalam Dunia Matematika sebagai Pilar Pembangunan Karakter Bangsa UNNES
Mauro Di Nasso. 1999. On the Foundations of Nonstandard Mathematics. Dipartimento di Matematica Applicata, Universitµa di Pisa, Italy
Setiawan, Rusli. (2012). Definisi Mesin Turing. [Online]. Tersedia: https://www.academia.edu/6406418/Rusli_Setiawan_2012020066. [19 Mei 2019].
Simanullang, B. dan Budhayanti, C. I. S. 2008. Pemodelan Matematika. [Online]. Tersedia: http://www.academia.edu/10360343/Pemecahan_Masalah_Matematika_8_-1_ PEMODELAN_MATEMATIKA. [19 Mei 2019].
Stephen Cole Kleene, 1943, "Recursive predicates and quantifiers," reprinted from Transactions of the American Mathematical Society, v. 53 n. 1, pp. 41–73 in Martin Davis 1965, The Undecidable (loc. cit.) pp. 255–287.