TUGAS AKHIR PERKULIAHAN FILSAFAT ILMU
DOSEN: Prof. Dr. Marsigit, M.A
Oleh: Annisa Nur Arifah NIM: 18709251058
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
“Penjelasan Filosofis Terhadap Beberapa Persoalan
Matematika Di Sekolah”
Disusun oleh:
Annisa Nur Arifah
NIM: 18709251058
Makalah ini ditulis untuk memenuhi
Ujian Akhir Semester pada Mata Kuliah Filsafat Ilmu
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2018
DAFTAR ISI
PENJELASAN
FILOSOFIS TERHADAP BEBERAPA PERSOALAN MATEMATIKA DI SEKOLAH
A.
Pendahuluan
Kajian Filsafat bersifat intensif dan ekstensif.
Intensif maksudnya adalah dalam sedalam dalamnya sampai tidak ada yang lebih
dalam. Ekstensif artinya luas seluas-luasnya. Walaupun intensif dan ekstensif
adalah “dalam” dan “luas” dalam khasanah kemampuan manusia, tetapi pengertian
demikian serta-merta langsung dapat berbenturan dengan kaidah Agama. Oleh
karena itu mempelajari filsafat tidaklah terbebas dari ketentuan-ketentuan.
Memelajari Filsafat hendaknya tidak bersifat parsial, tetapi bersifat
komprehensif dan holistik. Mengomunikasikan Filsafat hendaknya sesuatu dengan
ruang, waktu dan konteksnya. Mempelajari Filsafat hendaknya dilandasi keyakinan
dan akidah spiritualitas yang kokoh. Filsafat adalah pikiran para Filsuf, maka
mempelajari Filsafat adalah mempelajari pikiran para Filsuf (Marsigit, 2013).
Salah satu Filsuf besar yaitu Descartes, berdasarkan
Turan H. (2014) Descartes membawa proposisi
matematika ke dalam keraguan saat ia meragukan semua keyakinan tentang hakekat
akal sehat dengan mengasumsikan bahwa semua keyakinan berasal dari persepsi
tampaknya hanya sampai pada anggapan awal bahwa masalah yang dihadapinya
sebetulnya adalah suatu keraguan tentang matematika, yaitu sebuah contoh dari
masalah keraguan tentang keberadaan zat. Descartes mengklaim bahwa meskipun
matematika secara ekstensif menggunakan metode deduksi, namun dia mengatakan
bahwa deduksi adalah metode tunggal yang sah dan memegang intuisi yang sangat
diperlukan sebagai alat untuk memperoleh pengetahuan matematika, dan proposisi
matematika memiliki tingkat yang sama dengan kepastian sebagai argumen cogito
ontologis yang pasti.
Menurut Endang Komara (2011) ontologi adalah penjelasan
tentang keberadaan atau eksistensi yang mempermasalahkan akar-akar (akar yang
paling mendasar tentang apa yang disebut dengan ilmu pengetahuan itu). Ontology menurut istilah merupakan ilmu yang
membahas hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality, baik
berbentuk jasmani/konkret maupun rohani abstrak (Bakhtiar 2004). Suriasumantri
(2007), menuliskan bahwa ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau, dengan kata lain suatu pengkajian mengenai
teori tentang “ada”.Ontology merupakan salah satu
cabang filsafat yang termasuk dalam kajian metafisika. Metafisika umum atau
ontologi, membahas segala sesuatu yang ada secara menyeluruh dan sekaligus.
Pembahasan ini dilakukan dengan membedakan dan memisahkan eksistensi yang
sesungguhnya dari penampilan atau penampakan eksistensi itu.
Ada 3 teori ontologi yang terkenal.
1) Idealisme. Teori ini mengajarkan bahwa ada yang sesungguhnya
berada di dalam dunia ide. Segala sesuatu yang tampak dan wujud nyata dalam
inderawi hanyalah merupakan gambaran atau bayangan dari yang sesungguhnya, yang
berada di dunia ide. Jadi realitas yang sesungguhnya, bukanlah yang kelihatan,
melainkan yang tidak kelihatan. Tokoh-tokoh idealis adalah George Berkeley,
Immanuel Kant, dan Wilhelem Friederich Hegel.
2) Materialisme. Bagi materialisme, ada yang sesungguhnya adalah
yang keberadaannya semata-mata bersifat material atau sama sekali bergantung
pada material. Jadi, realitas yang sesungguhnya alam kebendaan, dan segala
sesuatu yang mengatasi alur kebendaan itu haruslah dikesampingkan. Oleh karena
itu seluruh realitas hanya mungkin dijelaskan secara materialistis. Tokoh-tokoh
materialis adalah Demokritos, Thomas Hobbes, dan Ludwig Andreas Feuerbach.
3) Dualisme. Teori ini mengajarkan bahwa substansi individual
terdiri dari dua tipe fundamental yang berbeda dan tak dapat direduksi kepada
yang lainnya. Kedua tipe fundamental dari substansi itu ialah material dan
mental. Dengan demikian, dualisme mengakui bahwa realitas terdiri dari materi
atau yang ada secara fisik dan mental atau yang keberadaannya tidak kelihatan
secara fisis.
Berdasarkan beberapa pengertian ontologi di atas,
dapat disimpulkan bahwa ontologi merupakan penjelasan mengenai hakikat segala
sesuatu yang ada, baik kongkrit maupun abstrak. Sesuatu itu dapat diisi dengan
matematika model.
Ontology
matematika, pada hakekatnya matematika
menurut Ruseffendi (1988 :
23), adalah bahasa
simbol; ilmu deduktif;
ilmu tentang pola
keteraturan, dan struktur
yang terorganisasi, mulai
dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat,
dan akhirnya dalil. Sedangkan hakekat model yaitu model kosong dari suatu arti.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 923) model adalah pola (contoh,
acuan, ragam, dan sebagainya) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan.
Pemodelan adalah pendukung kuat makna dan pemahaman dalam matematika. Pemodelan
mendorong penalaran melalui proses penyederhanaan dan elaborasi yang saling
melengkapi. Pada 1980-an, Shell Centre
for Mathematical Education dan dewan ujian Inggris mengembangkan kurikulum
dan skema penilaian Numeracy through
Problem Solving (NTPS, 1987-89). Meskipun utamanya ditujukan untuk
mengembangkan literasi matematika, mereka juga menunjukkan bagaimana kegiatan
pemodelan dapat mempromosikan representasi, simbol dan formalisme, dan
kompetensi alat.
Epistemologis membahas tentang
terjadinya dan kesahihan atau kebenaran ilmu.( pengantar filsafat ilmu (Suaedi,
2016). Epistemologi adalah cabang filsafat yang bersangkut paut dengan ilmu
pengetahuan. Istilah epistemologi berasal dari dua kata Yunani, episteme
(pengetahuan) dan logos (kata, pikiran, percakapan, atau ilmu). Jadi
epistemologi berarti kata, pikiran, percakapan tentang pengetahuan atau ilmu
pengetahuan.
Ada tiga (3) jenis pengetahuan. Pertama,
pengetahuan biasa, pengetahuan ini hasil dari penyerapan inderawi terhadap
objek tertentu yang dijumpai. Kedua, pengetahuan ilmiah, yakni pengetahuan yang
diperoleh melalui metode-metode ilmiah yang lebih menjamin kebenaran atau
kepastian yang dicapai. Pengetahuan ini disebut sains. Dan ketiga, pengetahuan
filsafati, yakni pengetahuan yang berkaitan dengan hakikat, prinsip, dan asas
dari seluruh realita yang dipersoalkan selaku objek yang hendak diketahui.
Secara epistemologis, model merupakan
metodologi yang berjalan dalam timeline vital (dipilih) dan fatal (memilih).
Berikut ini merurut Bitman Simanullang dan Clara Ika Sari Budhayanti (2008)
diberikan suatu metodologi dasar dalam proses penentuan model matematika atau
sering disebut pemodelan matematika.
Tahap 1. Masalah.
Adanya masalah nyata yang ingin dicari solusinya merupakan awal
kegiatan penyelidikan. Masalah tersebut harus diidentifikasi secara jelas,
diperiksa dengan teliti menurut kepentingannya. Bila masalahnya bersifat umum
maka diupayakan menjadi masalah khusus atau operasional.
Tahap 2. Karakterisasi masalah.
Masalah yang diteliti diperlukan karakterisasi masalahnya, yaitu
pengertian yang mendasar tentang masalah yang dihadapi, termasuk pemilihan
variabel yang relevan dalam pembuatan model serta keterkaitanya.
Tahap 3. Formulasi model matematik.
Formulasi model merupakan penterjemahan dari masalah kedalam
persamaan matematik yang menghasilkan model matematik. Ini biasanya merupakan
tahap (pekerjaan) yang paling penting dan sukar. Makin paham akan masalah yang
dihadapi dan kokoh penguasaan matematik seseorang, akan sangat membantu
memudahkan dalam mencari modelnya. Dalam pemodelan ini kita selalu berusaha
untuk mencari model yang sesuai tetapi sederhana. Makin sederhana model yang
diperoleh untuk tujuan yang ingin dicapai makin dianggap baik model itu. Dalam
hal ini model yang digunakan ada-kalanya lebih dari satu persamaan bahkan
merupakan suatu sistem, atau suatu fungsi dengan variabelvariabel dalam bentuk
persamaan parameter. Hal ini tergantung anggapan yang digunakan. Tidak tertutup
kemungkinan pada tahap ini juga dilakukan "coba" , karena model
matematik ini bukanlah merupakan hasil dari proses sekali jadi.
Tahap 4. Analisis.
Analisis matematik kemudian dilakukan dengan pendugaan parameter
serta deduksi sifat-sifat yang diperoleh dari model yang digunakan.
Tahap 5. Validasi.
Model umumnya merupakan abstraksi masalah yang sudah
disederhanakan, sehingga hasilnya mungkin berbeda dengan kenyataan yang
diperoleh. Untuk itu model yang diperoleh ini perlu divalidasi, yaitu sejauh
mana model itu dapat dianggap memadai dalam merepreaen-tasikan masalah yang
dihadapi. Proses validasi ini sebe-narnya sudah dimulai dalam tahap analisis,
misalnya dalam hal konsistensi model terhadap kaedah-kaedah yang berlaku.
Tahap 6. Perubahan.
Apabila model yang dibuat dianggap tidak memadai maka terdapat
kemungkinan bahwa formulasl model yang digunakan atau karakterisasi masalah
masih banyak belum layak (sesuai).
Filsafat matematika merupakan salah satu
bagian dari filsafat ilmu. matematika sebagai ilmu, baru dikembangkan oleh
filsuf Yunani sekitar lima ribu tahun kemudian. Filsuf-filsuf besar Yunani yang
mengambangkan matematika ialah Pythagoras dan Plato, meskipun secara umum dapat
dikatakan semua filsuf Yunani kuno bukan hanya menguasai matematika, melainkan
juga ikut serta mengembangkannya. Pythagoras menemukan kenyataan yang
menunjukkan bahwa fenomena yang berbeda dapat menunjukkan sifat-sifat matematis
yang identik, ia menyimpulkan bahwa sifat-sifat tersebut dapat dilambangkan ke
dalam bilangan dan dalam keterhubungan angka-angka. Semboyan Pythagoras yang
sangat terkenal adalah panta aritmos yang berarti segala sesuatu adalah
bilangan (kebenaran asersi ini akan dibahas dalam Modul selanjutnya). Plato
berpendapat bahwa geometri adalah kunci untuk meraih pengetahuan dan kebenaran
filsafat. Menurut Plato, ada suatu “dunia” yang disebutnya “dunia ide”, yang
dirancang secara matematis. Segala sesuatu yang dapat dipahami lewat indera,
hanyalah suatu representasi tidak sempurna dari “dunia ide” tersebut. Dunia ide
bukan hanya model ideal dari objek fisik saja akan tetapi juga termasuk
kejadian-kejadian. Menurut Plato, matematika bukanlah idealisasi aspek-aspek
tertentu dari dunia empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari bagian
realitanya.
Filsafat matematika Aristoteles sebagian
dikembangkan dari oposisinya terhadap Plato (gurunya) dan sebagian lagi bebas
dari ajaran Plato. Aristoteles membedakan dengan tajam antara kemungkinan
mengabstraksi bulatan dengan karakteristik matematis yang lain dan objek-objek
dan kebebasan keberadaannya dari karakteristik atau contoh-contohnya, yakni
lingkaran. Bidang studi matematika adalah hasil abstraksi matematis yang ia
sebut “objek matematis”.
Filsuf matematika yang lainnya yaitu
Gottfried Wilhelm Leibniz. Ia adalah matematikawan, filsuf, dan fisikawan yang
banyak menyerupai Plato dan Aristoteles. Dalam bukunya Monandology, yang
ditulis dua tahun sebelum kematiannya, ia memberikan sinopsis filsafatnya
sebagai berikut:
“Terdapatlah, juga, dua macam kebenaran, yaitu kebenaran penalaran
dan kebenaran kenyataan (fakta). Kebenaran penalaran adalah perlu dan lawannya
adalah tidak mungkin. Kebenaran kenyataan adalah kebetulan dan lawannya adalah
mungkin. Apabila suatu kebenaran adalah perlu, alasannya dapat dicari dengan
melalui analisis, menguraikannya ke dalam ide-ide kebenaran yang lebih
sederhana, sampai Anda tiba di sini tempat yang Anda ... Dengan demikian,
kebenaran penalaran, mendasarkan pada “prinsip kontradiksi”, yang diambilnya
untuk mengkover prinsip identitas dan prinsip tolak-tengah. Bukan hanya
tolologi trivial, tetapi semua aksioma, postulat, definisi, dan teorema
matematika, adalah kebenaran penalaran, dengan kata lain, semuanya itu adalah
proposisi identik yang sebaliknya adalah suatu pernyataan kontradiksi”.
Selain itu, tokoh-tokoh lainnya adalah Wilkins,
DR, 2004, menjelaskan bahwa terdapat
beberapa definisi tentang
matematika yang berbeda-beda. Ahli logika Whitehead menyatakan bahwa matematika
dalam arti yang paling luas adalah pengembangan semua jenis pengetahuan yang
bersifat formal dan penalarannya
bersifat deduktif. Boole berpendapat
bahwa itu matematika adalah ide-ide tentang jumlah dan kuantitas. Kant mengemukakan bahwa ilmu matematika
merupakan contoh yang paling cemerlang tentang bagaimana akal murni berhasil
bisa memperoleh kesuksesannya dengan bantuan pengalaman. Von Neumann percaya
bahwa sebagian besar inspirasi matematika terbaik berasal dari pengalaman. Riemann menyatakan bahwa jika dia hanya
memiliki teorema, maka ia bisa menemukan bukti cukup mudah. Kaplansky
menyatakan bahwa saat yang paling menarik adalah bukan di mana sesuatu terbukti
tapi di mana konsep baru ditemukan. Weyl menyatakan bahwa Tuhan ada karena
matematika adalah konsisten dan iblis ada karena kita tidak dapat membuktikan
matematika konsistensi ini. Hilbert menyimpulkan
bahwa ilmu matematika adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur
yang tergantung pada vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan
dalam matematika dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur
lama yang telah kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya
untuk menemukan konsep baru.
Hempel, CG, 2001, menegaskan kembali apa
yang telah dikemukakan oleh John Stuart Mill bahwa matematika itu sendiri
merupakan ilmu empiris yang berbeda dari cabang lain seperti astronomi, fisika,
kimia, dll, terutama dalam dua hal: materi pelajaran adalah lebih umum daripada
apapun lainnya dari penelitian ilmiah, dan proposisi yang telah diuji dan
dikonfirmasi ke tingkat yang lebih besar dibandingkan beberapa bagian yang
paling mapan astronomi atau fisika. Dengan demikian, sejauh mana hukum-hukum
matematika telah dibuktikan oleh pengalaman masa lalu umat manusia begitu luar
biasa bahwa kita telah dibenarkan olh teorema matematika dalam bentuk
kualitatif berbeda dari hipotesis baik dari cabang lain.
Hempel, CG, 2001, lebih lanjut
menyatakan bahwa sekali istilah primitif dan dalil-dalil yang telah ditetapkan,
seluruh teori sepenuhnya ditentukan. Dia menyimpulkan bahwa himpunaniap istilah
dari teori matematika adalah didefinisikan dalam hal primitif, dan himpunaniap
proposisi teori secara logis deducible dari postulat, adalah sepenuhnya tepat.
Perlu juga untuk menentukan prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam
pembuktian proposisi matematika. Ia mengakui bahwa prinsip-prinsip dapat
dinyatakan secara eksplisit ke dalam kalimat primitif atau dalil-dalil logika.
Dengan menggabungkan analisis dari aspek sistem Peano, Hempel menerima tesis
dari logicism bahwa Matematika adalah cabang dari logika karena semua konsep
matematika, yaitu aritmatika, aljabar analisis, dan, dapat didefinisikan dalam
empat konsep dari logika murni, dan semua teorema matematika dapat disimpulkan
dari definisi tersebut melalui prinsip-prinsip logika. Bold, T., 2004,
menyatakan bahwa komponen penting dari matematika mencakup konsep angka
integer, pecahan, penambahan, perpecahan dan persamaan; di mana penambahan dan
pembagian terhubung dengan studi proposisi matematika dan konsep bilangan bulat
dan pecahan adalah elemen dari konsep-konsep matematika.
Bold, T., 2004, lebih lanjut menunjukkan
bahwa elemen penting kedua untuk interpretasi konsep matematika adalah
kemampuan manusia dari abstrak, yaitu kemampuan pikiran untuk mengetahui sifat
abstrak dari dari obyek dan menggunakannya tanpa kehadiran obyek. Karena
kenyataan bahwa semua matematika adalah abstrak, ia percaya bahwa salah satu
motif dari intuitionists untuk berpikir matematika adalah produk satu-satunya
pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen penting ketiga adalah konsep infinity,
sedangkan konsep tak terbatas didasarkan pada konsep kemungkinan. Dengan
demikian, konsep tak terbatas bukan kuantitas, tetapi konsep yang bertumpu pada
kemungkinan tak terbatas, yang merupakan karakter dari kemungkinan. Berikutnya
ia mengklaim bahwa konsep pecahan hanya berdasarkan abstraksi dan kemungkinan.
Menurut dia, isu yang terlibat dengan bilangan rasional dan irasional sama
sekali tidak relevan untuk interpretasi konsep pecahan sebagaimana selalu
dikhawatirkan oleh Heyting Arend. Sejauh berkenaan dengan konsep-konsep matematika,
bilangan rasional sebagai n / p dan bilangan irasional dengan p adalah bilangan
bulat, hanya masalah cara berekspresi. Perbedaan antara mereka adalah masalah
dalam matematika untuk dijelaskan dengan istilah matematika dan bahasa.
Di sisi lain, Podnieks, K., 1992,
menyatakan bahwa konsep bilangan asli dikembangkan dari operasi manusia dengan
koleksi benda-benda kongkrit, namun tidak mungkin untuk memverifikasi
pernyataan seperti itu secara empiris dan konsep bilangan asli sudah yang
stabil tentang dan terlepas dari sumber yaitu sebenarnya. Hubungan kuantitatif
dari himpunanbenda-benda fisik dalam praktek manusia, dan mulai bekerja sebagai
model mandiri yang kokoh. Menurut dia, sistem bilangan asli adalah idealisasi
hubungan-hubungan kuantitatif; di mana orang memperolehnya dari pengalaman
mereka dengan himpunan dan ekstrapolasi aturan ke himpunan yang jauh lebih
besar (jutaan hal) dan dengan demikian situasi idealnya menjadi nyata. Dia menegaskan bahwa proses idealisasi
berakhir kokoh, tetap, dan mandiri , sementara
bangun-bangun fisiknya berubah. Sementara konsep matematika diperoleh
dengancara melepaskan sebagian besar sifat-sifatnya kemudian untuk memikirkan
sebagian kecil sifat-sifat tertentunya saja.
Hal demikian yang kemudian disebut sebagai abstraksi. Sementara
sifat-sifat yang tersisa yang memang harus dipelajari, diasumsikan bahwa mereka
mempunyai sifat yang sempurna; misal bahwa lurus adalah sempurna lurus, lancip
adalah sempurna lancip, demikian himpunanerusnya. Yang demikian itulah yang kemudian
dikenal sebagai idealisasi.
Peterson, I., 1998, menjelaskan bahwa
pada awal abad ke-20, Jerman yang hebat matematika David Hilbert (1862-1943)
menganjurkan program yang ambisius untuk merumuskan suatu sistem aksioma dan
aturan inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari dasar aritmatika
hingga mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran matematika
dan menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu
sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti bahwa
seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada saat
yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat
membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Hilbert berpendapat
bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu proposisi
tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem
yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih mungkin,
meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua proposisi
mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang
valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan
menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Di sisi lain, ia menjelaskan bahwa
matematika formal didasarkan pada logika formal; mengurangi hubungan matematis
untuk pertanyaan keanggotaan himpunan; objek primitif hanya terdefinisi dalam
matematika formal adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa. Ada klaim bahwa
hampir setiap abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat diturunkan
sebagai seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti matematis
yang pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar yang aksioma.
Itu juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi dan tidak pernah
menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada, karena itu, ahli
matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas yang paling umum
dibayangkan karena itu tampaknya memberikan harapan paling baik, jika himpunan
tidak terbatas ada maka akan menjadi landasan matematika yang kokoh. Lebih
lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus langsung terhubung ke sifat
program non-deterministic di alam semesta yang potensial tidak terbatas, hal
ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal dan himpunan
yang dapat dibangun dari mereka. Obyek didefinisikan dalam suatu sistem
matematis yang formal tidak peduli apakah aksioma tak terhingga itu termasuk
yang dimasukkan, dan bahwa sistem formal dapat diartikan sebagai suatu program
komputer untuk menghasilkan teorema di mana program tersebut dapat menghasilkan
semua nama-nama benda atau himpunan yang didefinisikan dalam sistem tersebut.
Selanjutnya, semua bilangan kardinal yang lebih besar yang pernah didefinisikan
dalam sistem matematika yang terbatas, tidak akan dihitung dari dalam sistem
tersebut.
Peterson, I., 1998, mencatat bahwa apa
Hilbert berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah jika kita cukup pintar
dan bekerja cukup lama, dan matematikawan Gregory J. Chaitin dan Thomas J.
Watson tidak percaya dengan prinsip bahwa ada batas untuk apa matematika bisa
dicapai. Namun, pada tahun 1930, Kurt Godel (1906-1978) membuktikan bahwa tidak
ada prosedur keputusan tersebut adalah mungkin untuk setiap sistem logika yang
terdiri dari aksioma dan proposisi cukup canggih untuk mencakup jenis masalah
matematika yang hebat yang bekerja pada setiap hari; ia menunjukkan bahwa jika
kita asumsikan bahwa sistem matematika konsisten, maka kita bisa menunjukkan
bahwa itu tidak lengkap. Peterson mengatakan bahwa dalam pikiran Godel, tidak
peduli apa sistem aksioma atau aturannya, akan selalu ada beberapa pernyataan
yang dapat tidak terbukti atau tidak valid dalam sistem. Memang, matematika penuh dengan pernyataan
dugaan dan menunggu bukti dengan jaminan
bahwa jawaban tertentu telah pernah ada.
Chaitin membuktikan bahwa suatu prosedur
tidak dapat menghasilkan hasil yang lebih kompleks dari pada prosedur itu
sendiri, dengan kata lain, dia membuat teori bahwa wanita berbobot 1-pon tidak
bisa melahirkan bayi berbobot 10-pon. Wanita berbobot 10 pon tidak bisa
melahirkan bayi 100 pon, dst. Sebaliknya, Chaitin juga menunjukkan bahwa tidak
mungkin membuat prosedur untuk membuktikan bahwa sejumlah kompleksitas bersifat
acak, maka, sejauh bahwa pikiran manusia adalah sejenis komputer, mungkin ada
jenis kompleksitas begitu mendalam dan halus yang akal kita tidak pernah bisa
memahami nya; urutan apapun yang mungkin terletak pada kedalaman akan dapat
diakses, dan selalu akan muncul untuk kita sebagai keacakan. Pada saat yang
sama, membuktikan bahwa berurutan adalah acak juga dapat mengatasi kesulitan,
tidak ada cara untuk memastikan bahwa kita tidak diabaikan. Peterson, I., 1998,
menyatakan bahwa hasil Chaitin ini menunjukkan bahwa kita jauh lebih mungkin
untuk menemukan keacakan dari ketertiban dalam domain matematika tertentu; kompleksitas versin
teorema Godel menyatakan bahwa meskipun hampir semua bilangan adalah acak,
tidak ada sistem formal aksiomatis yang akan memungkinkan kita untuk
membuktikan fakta ini.
Selanjutnya, Peterson, I., 1998,
menyimpulkan bahwa pekerjaan Chaitin ini menunjukkan bahwa ada jumlah tak
terbatas pernyataan matematika di mana seseorang dapat membuat, katakanlah, aritmatika
yang tidak dapat direduksi menjadi aksioma aritmatika, jadi tidak ada cara
untuk membuktikan apakah pernyataan tersebut benar atau salah dengan
menggunakan aritmatika; dalam pandangan Chaitin ini, itu praktis sama dengan
mengatakan bahwa struktur aritmatika adalah acak. Chaitin menyimpulkan bahwa
struktur matematika adalah fakta matematis yang analog dengan hasil dari sebuah
lemparan koin dan kita tidak pernah bisa benar-benar membuktikan secara logis
apakah itu adalah benar, ia menambahkan bahwa dengan cara yang sama bahwa tidak
mungkin untuk memprediksi saat yang tepat di mana seorang individu yang terkena
radiasi atom mengalami peluruhan radioaktif. Matematika tak berdaya untuk
menjawab pertanyaan tertentu, sedangkan fisikawan masih dapat membuat prediksi
yang dapat diandalkan tentang rata-rata lebih dari besar dari atom, ahli
matematika mungkin dalam beberapa kasus terbatas pada pendekatan yang sama;
yang membuat matematika jauh lebih dari ilmu pengetahuan eksperimental.
Hempel, CG, 2001, berpendapat bahwa
setiap sistem postulat matematika yang konsisten, bagaimanapun, mempunyai
interpretasi yang berbeda dari istilah primitifnya, sedangkan satu himpunan
definisi dalam arti kata yang kaku menentukan arti dari definienda dengan cara
yang unik . Sistem yang lebih luas dari itu Peano postulat yang diperoleh masih
belum lengkap dalam arti bahwa tidak setiap bilangan memiliki akar kuadrat, dan
lebih umum, tidak setiap persamaan aljabar memiliki solusi dalam sistem; ini
menunjukkan bahwa ekspansi lebih lanjut dari sistem bilangan dengan pengenalan
bilangan real dan akhirnya kompleks. Hempel menyimpulkan bahwa pada dasar dari
dalil operasi aritmatika dan aljabar berbagai dapat didefinisikan untuk jumlah
sistem baru, konsep fungsi, limit, turunan dan integral dapat diperkenalkan,
dan teorema berkaitan erat dengan konsep-konsep ini dapat dibuktikan, sehingga
akhirnya sistem besar matematika seperti di sini dibatasi bertumpu pada dasar
yang sempit dari sistem Peano itu; setiap konsep matematika dapat didefinisikan
dengan menggunakan tiga unsur primitif dari Peano, dan setiap proposisi
matematika dapat disimpulkan dari lima postulat yang diperkaya oleh definisi
dari non-primitif tersebut, langkah penyederhanaan, dalam banyak kasus, dengan
cara tidak lebih dari prinsip-prinsip logika formal; bukti beberapa theorems
tentang bilangan real, bagaimanapun, memerlukan satu asumsi yang biasanya tidak
termasuk di antara yang terakhir dan ini adalah aksioma yang disebut pilihan di
mana ia menyatakan bahwa terdapat himpunan-himpunan saling eksklusif, tidak ada
yang kosong, ada setidaknya satu himpunan yang memiliki tepat satu elemen yang
sama dengan masing-masing himpunan yang diberikan.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa
berdasarkan prinsip dan aturan logika formal, isi semua matematika dapat
diturunkan dari sistem sederhana Peano ini yaitu prestasi yang luar biasa dan
sistematis, isi matematika dan penjelasan dasar-dasar yang validitas. Menurut
dia, sistem Peano memungkinkan interpretasi yang berbeda, sedangkan dalam
sehari-hari maupun dalam bahasa ilmiah, dapat dikembangkan untuk arti khusus
untuk konsep aritmatika. Hempel bersikeras bahwa jika karena itu matematika
adalah menjadi teori yang benar dari konsep-konsep matematika dalam arti yang
dimaksudkan, tidak cukup untuk validasi untuk menunjukkan bahwa seluruh sistem
adalah diturunkan dari Peano mendalilkan kecocokan definisi, melainkan, kita
harus bertanya lebih jauh apakah postulat Peano sebenarnya benar ketika unsur
primitif dipahami dalam arti sekedar sebagai kebiasaan. Jika definisi di sini
ditandai secara hati-hati dan ditulis yaitu bahwa hal ini merupakan salah satu
kasus di mana teknik-teknik simbolik, atau matematika, dan logika membuktikan
bahwa definiens dari setiap satu dari mereka secara eksklusif mengandung
istilah dari bidang logika murni.
Hempel, CG, 2001, menyatakan bahwa sistem mandiri yang stabil tentang
prinsip dasar adalah ciri khas dari teori matematika; model matematika dari
beberapa proses alami atau perangkat teknis pada dasarnya adalah sebuah model
yang yang stabil tentang yang dapat diselidiki secara independen dari
"aslinya "dan, dengan demikian, kemiripan model dan" asli
"hanya menjadi terbatas, hanya model tersebut dapat diselidiki oleh
matematikawan. Hempel berpikir bahwa setiap upaya untuk menyempurnakan model
yaitu untuk mengubah definisi untuk mendapatkan kesamaan lebih dengan
"asli", mengarah ke model baru yang harus tetap stabil, untuk memungkinkan
penyelidikan matematika, dengan itu, teori-teori matematika adalah bagian dari
ilmu kita yang bisa secara terus melakukannya jika kita bangun. Hempel
menyatakan bahwa model matematika tidak terikat dengan ke "aslian"
sumbernya; akan tetapi terlihat bahwa beberapa model dibangun dengan buruk,
dalam arti korespondensi untuk "aslian" sumber mereka, namun yang
matematikawan investigasi berlangsung dengan sukses. Menurut dia, sejak model
matematis didefinisikan dengan tepat, "tidak perlu lagi "
"keaslian" nya sumber lagi. Satu dapat mengubah model atau memperoleh
beberapa model baru tidak hanya untuk kepentingan korespondensi dengan sumber
"asli", tetapi juga untuk percobaan belaka. Dengan cara ini orang
dapat memperoleh berbagai model dengan mudah yang tidak memiliki "sumber
asli" nya, yaitu sebuah cabang matematika yang telah dikembangkan yang
tidak memiliki dan tidak dapat memiliki aplikasi untuk masalah yang nyata.
Hempel, CG, 2001, mencatat bahwa, dalam
matematika, teorema dari teori apapun terdiri dari dua bagian - premis dan
kesimpulan, karena itu, kesimpulan dari teorema berasal tidak hanya dari
himpunan aksioma, tetapi juga dari premis yang khusus untuk teorema tertentu;
dan premis ini bukan perpanjangan dari sistemnya. Dia menyadari bahwa
teori-teori matematika yang terbuka untuk gagasan-gagasan baru, dengan
demikian, di Kalkulus setelah konsep kontinuitas terhubung maka berikut
diperkenalkan: titik diskontinyu, kontinuitas, kondisi Lipschitz, dll dan semua
ini tidak bertentangan dengan tesis tentang karakter aksioma, prinsip dan
aturan inferensi, namun tidak memungkinkan "matematika bekerja" dengan menganggap teori-teori matematika
sebagai yang sesuatu tetap. Kemerling, G., 2002, menjelaskan bahwa pada pergantian
abad kedua puluh, filsuf mulai mencurahkan perhatian terhadap dasar-dasar
sistem logis dan matematis, karena dua ribuan tahun logika Aristotelian tampak
penjelasan yang lengkap dan final dari akal manusia, namun geometri Euclid juga
tampaknya aman, sampai Lobachevsky dan Riemann menunjukkan bahwa konsepsi
alternatif tidak hanya mungkin tetapi berguna dalam banyak aplikasi. Dia
menyatakan bahwa upaya-upaya serupa untuk berpikir ulang struktur logika mulai
akhir abad kesembilan belas di mana John Stuart Mill mencoba untuk
mengembangkan sebuah rekening komprehensif pemikiran manusia yang difokuskan
pada induktif daripada penalaran deduktif; bahkan penalaran matematika, John
Stuart Mill seharusnya, dapat didasarkan pada pengamatan empiris. Kemerling
summep up yang banyak filsuf dan matematikawan Namun, mengambil pendekatan yang
berbeda.
Ia menjelaskan bahwa Logika adalah studi
tentang kebenaran yang diperlukan dan metode sistematis untuk mengekspresikan
dengan jelas dan rigourously menunjukkan kebenaran tersebut; logicism adalah
teori filsafat tentang status kebenaran matematika, yakni, bahwa mereka secara
logis diperlukan atau analitik. Disarankan bahwa untuk memahami logika
pertama-tama perlu untuk memahami perbedaan penting antara proposisi kontingen,
yang mungkin atau mungkin tidak benar, dan proposisi perlu, yang tidak bisa
salah; logika adalah bukti untuk membangun, yang memberikan kita konfirmasi
yang dapat diandalkan kebenaran proposisi terbukti. Logika dapat didefinisikan
sebagai bersangkutan dengan metode untuk penalaran. Sistem logical kemudian formalisations
satu metode yang tepat dan kebenaran logis adalah mereka dibuktikan dengan
metode yang benar. Kebenaran-kebenaran matematika karena itu kontingen, namun
untuk logicism, kebenaran matematika adalah sama dalam semua kemungkinan dunia,
karena mereka tidak tergantung pada keberadaan himpunan, hanya pada konsistensi
anggapan bahwa himpunan yang dibutuhkan ada; sejak benar dalam himpunaniap
dunia yang mungkin, matematika harus logis diperlukan.
Shapiro, S., 2000, bersikeras bahwa,
logika adalah cabang kedua matematika dan cabang filsafat; bahasa formal,
sistem deduktif, dan model-teori semantik adalah objek matematika dan, dengan
demikian, ahli logika yang tertarik pada mereka matematika sifat dan hubungan.
Menurut Shapiro, logika adalah studi tentang penalaran yang benar, dan
penalaran merupakan kegiatan, epistemis mental, dan karena itu menimbulkan
pertanyaan mengenai relevansi filosofis aspek matematis dari logika; bagaimana
deducibility dan validitas, sebagai properti bahasa formal, berhubungan dengan
penalaran yang benar, apa hasil matematika dilaporkan di bawah ini ada
hubungannya dengan masalah filosofis asli. Beberapa filsuf menyatakan bahwa
kalimat deklaratif bahasa alam telah mendasari bentuk logis dan bahwa
bentuk-bentuk yang ditampilkan oleh formula bahasa formal. WVO Quine menyatakan
bahwa bahasa alam harus teratur, dibersihkan untuk pekerjaan ilmiah dan
metafisik yang serius, salah sesuatu yg diinginkan perusahaan adalah bahwa
struktur logis dalam bahasa diperintah harus transparan. Oleh karena itu,
bahasa formal adalah model matematika dari bahasa alami, sebuah bahasa formal
menampilkan fitur tertentu dari bahasa alam, atau idealisasi dari padanya,
sementara mengabaikan atau menyederhanakan fitur lainnya. Shapiro menyatakan
bahwa tujuan dari model matematika adalah untuk menjelaskan apa yang mereka
model, tanpa mengklaim bahwa model tersebut akurat dalam semua hal atau bahwa
model harus mengganti apa itu model.
Kemerling, G. 2002, menjelaskan bahwa
titik puncak dari pendekatan baru untuk logika terletak pada kapasitasnya untuk
menerangi sifat penalaran matematika, sedangkan kaum idealis berusaha untuk
mengungkapkan hubungan internal dari realitas absolut dan pragmatis ditawarkan
untuk memperhitungkan manusia Permintaan sebagai pola longgar investigasi, ahli
logika baru berharap untuk menunjukkan bahwa hubungan paling signifikan antara
dapat dipahami sebagai murni formal dan eksternal. Kemerling mencatat bahwa
matematikawan seperti Richard Dedekind menyadari bahwa atas dasar ini
dimungkinkan untuk membangun matematika tegas dengan alasan logis, sedangkan
Giuseppe Peano telah menunjukkan pada 1889 bahwa semua aritmatika dapat
dikurangi ke sistem aksiomatis dengan hati-hati dibatasi himpunan awal
mendalilkan . Pada sisi lain, Frege segera berusaha untuk mengekspresikan
mendalilkan dalam notasi simbolik temuannya sendiri, dan dengan 1913, Russell
dan Whitehead telah menyelesaikanmonumental Principia Mathematica (1913),
dengan tiga volume besar untuk bergerak dari sebuah aksioma logis saja melalui definisi
nomor bukti bahwa "1 + 1 = 2." Kemerling menyatakan bahwa meskipun
karya Gödel dibuat menghapus keterbatasan dari pendekatan ini, signifikansi
bagi pemahaman kita tentang logika dan matematika tetap undimmed.
Kant menyatakan bahwa matematika murni, sebagai
kognisi a priori, hanya mungkin dengan mengacu pada benda selain yang diindra,
di mana, di dasar intuisi empiris mereka terletak sebuah intuisi murni (ruang
dan waktu) yang a priori. Kant mengklaim bahwa ini mungkin, karena intuisinya
yang terakhir tidak lain adalah bentuk sensibilitas belaka, yang mendahului
penampilan yang sebenarnya dari objek, dalam hal ini, pada kenyataannya,
membuat mereka mungkin; namun ini merupakan kemampuan berintuisi a priori yang
mampu memahami fenomena non fisik. Kant menggambarkan bahwa dalam prosedur
biasa kita memerlukan pengetahuan geometri, bahwa semua bukti tentang
similaritas dari dua benda yang diberikan akhirnya akhirnya diperoleh; yang
ternyata tidak lain bahwa bukti itu sampai pada intuisi langsung, dan intuisi
ini harus murni, dan bersifat a priori. Jika proposisi tidak mempunyai
kebenaran matematika yang tinggi, maka hal tersebut tidak dapat disimpulkan
dari hanya memperoleh kepastian empiris saja. Kant lebih jauh menyatakan bahwa
di mana-mana ruang memiliki tiga dimensi, dan pada suatu ruang berlaku dalil
bahwa tidak lebih dari tiga garis lurus dapat memotong pada sudut yang tepat di
satu titik.
Matematika formal juga terdapat dalam
filsafat matematika. Matematika formal Hilbert salah satunya. Selain Plato,
filsuf yang membahas mengenai geometri adalah Hilbert. David Hilbert
(1862-1943) merupakan filsuf dan matematikawan hebat yang berasal dari Jerman. Ia yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang
tunggal, lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan
atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama
Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang
tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri dan Aljabar kuno, dapat
ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah satu persoalan tersebut
misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. Mereka
menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yang kemudian
mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku
ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini
sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukan oleh
Pythagoras.
Hilbert menyimpulkan bahwa ilmu matematika
adalah kesatuan yang konsisten, yaitu sebuah struktur yang tergantung pada
vitalitas hubungan antara bagian-bagiannya, dan penemuan dalam matematika
dibuat dengan penyederhanaan metode, menghilangnya prosedur lama yang telah
kehilangan kegunaannya dan penyatuan kembali unsur-unsurnya untuk menemukan
konsep baru. Hilbert berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk
memutuskan apakah suatu proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma,
dengan itu, diberikan sebuah sistem yang jelas dari aksioma dan aturan
inferensi yang tepat, akan lebih mungkin, meskipun tidak benar-benar praktis,
untuk menjalankan melalui semua proposisi mungkin, dimulai dengan urutan
terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang valid. Pada prinsipnya, suatu
prosedur keputusan secara otomatis akan menghasilkan semua teorema mungkin
dalam matematika. Ia juga berpendapat bahwa kita dapat memecahkan masalah jika
kita cukup pintar dan bekerja cukup lama.
Folkerts, M.(2004) menunjukkan bahwa
pada tahun 1920 Hilbert mengajukan proposal yang paling rinci untuk menetapkan
validitas matematika; menurut teori bukti, semuanya akan dimasukkan ke dalam
bentuk aksioma, memungkinkan aturan inferensi menjadi hanya logika dasar, dan
hanya mereka kesimpulan yang bisa dicapai dari himpunan berhingga dari aksioma
dan aturan inferensi itu harus diterima. Menurut Hilbert, sistem seperti itu
ada, misalnya, orde pertama predikat kalkulus, tapi tidak ada yang ditemukan
mampu memungkinkan matematikawan untuk melakukan matematika yang menarik. Posy,
C. (1992) menemukan bahwa Hilbert benar-benar menempatkan struktur pada bagian
intuitif matematika, pada dasarnya bahwa pemikiran finitary dan sistem formal.
a. Persegi
Persegi adalah bangun datar dua
dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang sama panjang dan memiliki
empat buah sudut yang kesemuanya adalah sudut siku-siku. Persegi merupakan
turunan dari segi empat yang mempunyai ciri khusus keempat sisinya sama panjang
dan keempat sudutnya siku-siku (90°). Ciri-ciri lain dari persegi yaitu:
a. Terbentuk
dari 4 garis yang saling berpotongan tegak lurus.
b. Memiliki
4 sisi sama panjang.
c. Memiliki
4 titik sudut.
d. Keempat
sudutnya siku-siku.
e. Memiliki
2 pasang garis sejajar
f. Setiap
sudut-sudut dalam persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya
sehingga diagonalnya merupakan sumbu simetri.
Sifat-sifat
persegi yaitu semua sisi persegi yang berhadapan sama panjang dan sejajar,
diagonalnya sama panjang, setiap sudut persegi dibagi dua sama besar oleh
diagonalnya, serta kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus.
.
Penemu persegi
adalah st. Patrick Geomatri yang berasal dari Yunani. Ia menemukan persegi
sejak tahun 461 Masehi. Pada saat itu
ia membentuk taman berbentuk persegi, selain itu ia mengonversikan persegi
berukuran sedang dan kecil dan persegi itu dapat digunakan sebagai pelajaran
geometri pada mata pelajaran matematika.
b. Nilai
π (phi)
Struktur yang
tak terhingga banyaknya tentunya tidak akan mampu saya sebutkan satu persatu
karena keterbatasannya kemampuan saya sebagai manusia untuk memikirkannya. Oleh
sebab itu untuk menggali lebih dalam sebuah struktur diperlukan telaah yang
terfokus kepada suatu core atau DNA yang dikembangkan serta ditelaah lebih
detail sehingga strukturnya ditemukan lebih kompleks dan mampu dipahami. Salah
satu core atau DNA struktur yang akan dibahas pada makalah ini adalah struktur
bilangan phi yang disimbolkan π sebagai sebuah bilangan yang sangat penting
dalam perhitungan luas serta keliling sebuah lingkaran. Sebagaimana kita
ketahui dimuka bumi ini banyak sekali lingkaran-lingkaran yang ditemui di
sekitar kita. Lingkaran yang tentunya tersusun oleh beberapa banyaknya unsur
dari yang ada dan yang mungkin ada. Unsur ada dalam sebuah lingkaran dimulai
dari titik, garis, diameter, jari-jari, tali busur, phi dan sebagaianya.
Lingkaran yang
kita pelajari di di sekolah merupakan reduksifisme dari alam semesta. Alam
semesta yang berbentuk Bola dimana bola itu sendiri merupakan permenidesianisme
lingkaran dari dimensi tiga ke dimensi dua. Namun, perubahan dimensi ini tidak
terjadi keseluruhan disebabkan disisi yang lain
dari perubahan dimensi itu bersifat tetap yang disebut heraclitos.
Heraclitos bola ke lingkaran salahsatunya adalah bilangan π (dibaca phi).
Bilangan π yang tentunya sangat penting dalam perhitungan luas dan keliling
lingkaran. Penggunaan bilangan π tentunya bersifat relatifisme bergantung pada
objek yang menggunakannya. Hal ini disebabkan ketakhinggaan nilai dari bilangan
π tersebut sehingga pembulatan yang digunakan bergantung kepada kebutuhan objek
yang menggunakannya. Bilangan π yang ada di dalam pikiran bersifat identitas
walaupun tak terhingga banyaknya.
Ketakhinggaan
nilai π jika dituangkan dalam dimensi filsafat mengajarkan kita makna dari
sebuah kehidupan. Berawal dari dimensi material yaitu berupa penggunaan
bilangan π tersebut dalam perhitungan benda-benda yang berbentuk lingkaran yang
sering kita temui, kemudian ke tahap dimensi formal pada perhitungan lingkaran
dalam penyelesaian soal matematika, kemudian ke tahap dimensi normatif pada
penggunaan bilangan π di teknologi komputer sampai kepada dimensi spiritual
mengajarkan kita bahwa adanya katakhinggaan menyebabkan kita sebagai manusia
harus terus berusaha dan ada batas dimana manusi tidak mampu untuk
melampauinya. Hanyalah sang kausa prima Tuhan Pencipta Alam semesta yang
mengetahuinya. Manusia sebagai kaum yang mensinergikan fatal dan vitalismenya
kehidupan hal ini sebagai wadah untuk tesis dan anti-tesisnya ilmu pengetahuan
sehingga tercipta pengetahuan baru.
c. Angka
0 (nol)
Banyak orang
beranggapan bahwa rumus 1-1=0 adalah kebenaraan dan kenyataan akhir, yang tidak
perlu lagi mengundang pertanyaan. Namun jika kita bertanya apakah arti dari
lambang nol (0), bagaimana asal mula ditemukannya nol, mengapa lambang nol
berbentuk 0? Informasi yang kita dapatkan pun tidak memuaskan. Sedikit sekali referensi yang menjelaskan
asal usul ditemukannya angka nol.
Rumus 1-1=0 adalah abstraksi dari
sebuah kenyataan. Dalam dunia nyata 1-1=0, adalah satu apel dikurangi satu apel
sama dengan kosong. Kosong dilambangkan dengan nol. Jika lambang angka satu
bermakna sebuah benda maka hasil pengurangan dari sebuah benda adalah benda.
Jika nol bukan benda maka akan terjadi kerancuan berpikir dimana benda
dikurangi benda sama dengan gaib. Itu adalah kritikan terhadap orang-orang
materialis. Saya bukan tipe materialis. Jadi benda apakah nol? Bagi saya Nol
adalah lambang kenyataan dari adanya ketiadaan (kegaiban). Jika demikian nol
bukan kekosongan karena nol adalah lambang kegaiban. Nol adalah lambang misteri
yang harus mendapat penjelasan dari berbagai sumber pengetahuan. Wahyu adalah
kumpulan pengetahuan yang bersumber dari Tuhan, yang bertugas membantu manusia
menjelaskan hal-hal yang gaib menjadi sebuah kenyataan.
1. Fenomena
Pembelajaran
Dari uraian sisi-sisi persegi diatas, terdapat
kaitan sisi-sisi persegi dengan ilmu dan derajat orang dimata Sang Pencipta.
Persegi dan ilmu mempunyai kesamaan yaitu sisi persegi ibarat ilmu dan sisi
yang lain ibarat derajat. Jadi semakin panjang sisi persegi maka semakin
panjang pula sisi persegi yang lain dan semakin pendek sisi persegi semakin
pendek pula sisi persegi yang lain.
Jika kita kaitkan dengan ilmu maka semakin
panjang/banyak ilmu seseorang maka semakin panjang juga/tinggi derajat
seseorang tersebut dan juga semakin sedikit atau pendek ilmu seseorang maka
semakin rendah derajat seseorang. Namun, yang pelu diingat, ilmu yang bisa
mengangkat derajat kita yaitu ilmu yang sekaligus bisa mengamalkannya.
Apa ada sisi suatu persegi yang negative? Tentu saja
tidak karena panjang dan lebar suatu bangun datar haruslah positif.
Sama halnya dengan ilmu, tidak ada derajat bagi pemilik
ilmu yang tidak mengamalkannya atau malah ilmu tersebut menjadikannya sombong,
ujub, tinggi hati yang nantinya malah menjeruskannya kedalam api neraka. Mari
kita tingkatkan keimanan kita dan semoga kita tergolong orang-orang yang
berilmu dan mampu mengamalkannya sehingga kita akan mendapatkan derajat yang
tinggi dan pada akhirnya kita akan mempeloleh surga-Nya.
Filsafat mempunya tiga landasan yaitu
ontology, epistemology, dan aksiologi menjadikan dasar yang kuat untuk semua
lini kehidupan. Matematika merupakan ilmu yang berguna pada semua lini
kehidupan. Filsafat matematika akan sangat membantu dalam penerapannya di
kehidupan sehari-hari. Filsafat matematika telah dijabarkan oleh banyak filsuf
terdahulu. Penggunaan ilmu matematika umumnya berada di sekolah. Matematika
yang ada di sekolah disebut juga matematika formal. Banyak permasalahn dalam
ilmu matematika di sekolah. Permasalahan-permasalahan tersebut bisa lebih mudah
diselesaikan melalui pandangan filsafat.
Beth,
Evert W. 1962. Formal methods.
Dordrecth: D. Reidel Publishing Company
Field, H., 1999, Which
Undecidable Mathematical Sentences Have Determinate Truth Values?, RJB,
Folkerts, M., 2004, Mathematics
in the 17th and 18th centuries,
Encyclopaedia Britannica,
Folkerts, M., 2004, Mathematics
in the 17th and 18th centuries,
Encyclopaedia Britannica,
Ford & Peat, 1988, Mathematics
as a language, Wikipedia, the free encyclopedia,
Guerrier.
2008. Truth versus validity in mathematical proof. ZDM Mathematics Education, 40 (1) p.373-384
Jones, R.B.,1997, A Short History of Rigour in Mathematics,
http://www.rbjones. com/rbjpub/rbj.htm
Kalderon, M.E., 2004, The
Foundations of Arithmetic, http://www.kalderon. demon.co.uk/FA.pdf.
Kant, I., 1787, The Critic
of Pure Reason: First Part, Transcendental Aesthetic, ranslated by by F. Max Muller
Marsigit.
(2011). Pengembangan Karakter dalam Pendidikan Matematika. Pendidikan Karakter dalam Perspektif dan Teori. Yogyakarta: UNY
Press
Marsigit.
(2011). Pengembangan Nilai-nilai Matematika dan Pendidikan Matematika sebagai
Pilar Pembangunan Karakter Bangsa. Seminar
Nasional Nilai-nilai dan Aplikasi dalam Dunia Matematika sebagai Pilar
Pembangunan Karakter Bangsa UNNES
Mauro
Di Nasso. 1999. On the Foundations of Nonstandard Mathematics. Dipartimento di
Matematica Applicata, Universitµa di Pisa, Italy
Simanullang,
B. dan Budhayanti, C. I. S. 2008. Pemodelan Matematika. [Online]. Tersedia:
http://www.academia.edu/10360343/Pemecahan_Masalah_Matematika_8_-1_
PEMODELAN_MATEMATIKA. [19 Mei 2019].
Stephen Cole Kleene,
1943, "Recursive predicates and quantifiers," reprinted from Transactions
of the American Mathematical Society, v. 53 n. 1, pp. 41–73 in Martin
Davis 1965, The Undecidable (loc. cit.) pp. 255–287.