Selasa, 19 November 2019

Kuliah Filsafat Ilmu bersama Prof. Dr Marsigit MA
FILSAFAT ILMU
A.    Penjelasan Filosofis Terhadap Beberapa Objek Matematika di SMP
1.      Objek
Persegi adalah bangun datar dua dimensi yang dibentuk oleh empat buah rusuk yang sama panjang dan memiliki empat buah sudut yang kesemuanya adalah sudut siku-siku. Persegi merupakan turunan dari segi empat yang mempunyai ciri khusus keempat sisinya sama panjang dan keempat sudutnya siku-siku (90°). Ciri-ciri lain dari persegi yaitu:
a.       Terbentuk dari 4 garis yang saling berpotongan tegak lurus.
b.      Memiliki 4 sisi sama panjang.
c.       Memiliki 4 titik sudut.
d.      Keempat sudutnya siku-siku.
e.       Memiliki 2 pasang garis sejajar
f.       Setiap sudut-sudut dalam persegi dibagi dua sama besar oleh diagonal-diagonalnya sehingga diagonalnya merupakan sumbu simetri.
Sifat-sifat persegi yaitu semua sisi persegi yang berhadapan sama panjang dan sejajar, diagonalnya sama panjang, setiap sudut persegi dibagi dua sama besar oleh diagonalnya, serta kedua diagonalnya berpotongan tegak lurus.
.
Penemu persegi adalah st. Patrick Geomatri yang berasal dari Yunani. Ia menemukan persegi sejak tahun  461 Masehi. Pada saat itu ia membentuk taman berbentuk persegi, selain itu ia mengonversikan persegi berukuran sedang dan kecil dan persegi itu dapat digunakan sebagai pelajaran geometri pada mata pelajaran matematika.
2.      Fenomena Pembelajaran
Dari uraian sisi-sisi persegi diatas, terdapat kaitan sisi-sisi persegi dengan ilmu dan derajat orang dimata Sang Pencipta. Persegi dan ilmu mempunyai kesamaan yaitu sisi persegi ibarat ilmu dan sisi yang lain ibarat derajat. Jadi semakin panjang sisi persegi maka semakin panjang pula sisi persegi yang lain dan semakin pendek sisi persegi semakin pendek pula sisi persegi yang lain.
Jika kita kaitkan dengan ilmu maka semakin panjang/banyak ilmu seseorang maka semakin panjang juga/tinggi derajat seseorang tersebut dan juga semakin sedikit atau pendek ilmu seseorang maka semakin rendah derajat seseorang. Namun, yang pelu diingat, ilmu yang bisa mengangkat derajat kita yaitu ilmu yang sekaligus bisa mengamalkannya.
Apa ada sisi suatu persegi yang negative? Tentu saja tidak karena panjang dan lebar suatu bangun datar haruslah positif.
Sama halnya dengan ilmu, tidak ada derajat bagi pemilik ilmu yang tidak mengamalkannya atau malah ilmu tersebut menjadikannya sombong, ujub, tinggi hati yang nantinya malah menjeruskannya kedalam api neraka. Mari kita tingkatkan keimanan kita dan semoga kita tergolong orang-orang yang berilmu dan mampu mengamalkannya sehingga kita akan mendapatkan derajat yang tinggi dan pada akhirnya kita akan mempeloleh surga-Nya.
B.     Identifikasi Persoalan Filosofis Pembelajaran Matematika di Sekolah: “Jika Mungkin” akan Menjadi Cikal Bakal Penulisan Tesis
Pembelajaran matematika yang masih mengutamakan hafalan menjadi salah satu persoalan filosofis pembelajaran matematika di sekolah. Dalam pembelajaran matematika, peserta didik diarahkan untuk menyelesaikan berbagai soal perhitungan tanpa dibarengi dengan penguatan konsep-konsep dasar yang menjadi bagian esensi atau ide dasar dari materi yang sedang dipelajari. Bahkan pembelajaran matematika saat ini lebih mengarahkan peserta didik untuk menghafalkan berbagai rumus tanpa dibarengi dengan penguatan mengenai pemahaman akan makna dari rumus-rumus tersebut. Alhasil peserta didik saat ini menjadi penghafal rumus-rumus tanpa memahami makna atau filosofi dari rumus yang mereka hafalkan.
Fakta di lapangan lainnya, kadang kala guru menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk materi yang bersifat final. Ketika menjelaskan materi tersebut, guru tidak memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membangun konsep yang sedang dipelajari dan memasukannya ke dalam struktur kognitif. Kebanyakan guru memberikan materi dan meminta peserta didik menghafalkannya. Alhasil materi yang diberikan guru akan dihafalkan oleh peserta didik tanpa dikaitkan dengan struktur kognitif (pengetahuan awal yang sudah dimiliki siswa).
Jika peserta didik mendapatkan materi yang dihafalkan tanpa dikaitkan dengan struktur kognitif, maka bukan tidak mungkin materi tersebut cenderung akan akan mudah dilupakan dan tidak akan tertanam secara kuat dalam benak peserta didik. Proses pembelajaran yang mengarahkan pada belajar bermakna memang semakin jarang diterapkan, pembelajaran saat ini lebih cenderung pada proses belajar menghafal. Berhubungan dengan kognitif, siswa pada dasarnya adalah filsuf alamiah yang mempertanyakan segala sesuatu termasuk sesuatu yang sudah jelas dimata orang dewasa. Kemampuan berpikir kritis ditunjukkan dengan mempertanyakan segala sesuatu. Oleh karena itu, kegiatan menghafalkan dapat menghambat kemampuan berpikir kritis siswa yang secara alamiah sudah ada dalam diri siswa.  
Hal tersebut terjadi karena berbagai faktor, antara lain adanya sistem yang 'memaksa' guru untuk mengarahkanpembelajaran pada belajar hafalan. Sebagai contoh adanya ujian atau tes yang dilaksanakan dengan soal yang dominan hafalan dan hitungan akan mengarahkan peserta didik menghafalakan rumus dan banyak latihan soal hitungan tanpa memahami makna rumus dan esensi konsepnya. Andai bentuk soal tes atau ujian yang diberikan kepada peserta didik pada saat ulangan harian, latihan soal, ulangan semseter, ujian sekolah maupun ujian nasional tidak dominan hafalan dan hitungan, tetapi lebih dominan pertanyaan-pertanyaan yang menggali konsep dasar. Maka bukan tidak mungkin setiap guru pun akan mengarahkan pembelajarannya pada belajar bermakna. Guru tidak lagi meminta peserta didik menghafalakan rumus dan mengajarkan cara menerapkan rumus pada soal hitungan, tetapi guru mengajak peserta didik berpikir dan mengarahkan pada pembelajaran yang menjawab pertanyaan dengan kata tanya "mengapa", "bagaimana", "jelaskan".