Senin, 29 Februari 2016

Dasar Etnomathematics dan Artefaknya

Istilah ethnomathematics yang selanjutnya disebut etnomatematika diperkenalkan oleh D'Ambrosio, seorang matematikawan Brasil pada tahun 1977. Definisi etnomatematika menurut D'Ambrosio adalah:
The prefix ethno is today accepted as a very broad term that refers to the socialcultural context and therefore includes language, jargon, and codes of behavior, myths, and symbols. The derivation of mathema is difficult, but tends to mean to explain, to know, to understand, and to do activities such as ciphering, measuring, classifying, inferring, and modeling. The suffix tics is derived from techné, and has the same root as technique (Rosa & Orey 2011)
Secara bahasa, awalan “ethIno” diartikan sebagai sesuatu yang sangat luas yang mengacu pada konteks sosial budaya, termasuk bahasa, jargon, kode perilaku, mitos, dan symbol. Kata dasar “matIhema” cenderung berarti menjelaskan, mengetahui, memahami, dan melakukan kegiatan seperti pengkodean, mengukur, mengklasifikasi, menyimpulkan, dan pemodelan. Akhiran “tIics “berasal dari techne, dan bermakna sama seperti teknik. Sedangkan secara istilah etnomatematika diartikan sebagai:
"The mathematics which is practiced among identifiable cultural groups such as national-tribe societies, labour groups, children of certain age brackets and professional classes" (D'Ambrosio, 1985)
Artinya: “Matematika yang dipraktekkan di antara kelompok budaya diidentifikasi seperti masyarakat nasional suku, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu dan kelas profesional" (D'Ambrosio, 1985).
Istilah tersebut kemudian disempurnakan menjadi:
"I have been using the word ethnomathematics as modes, styles, and techniques ( tics ) of explanation, of understanding, and of coping with the natural and cultural environment ( mathema ) in distinct cultural systems ( ethno )" (D'Ambrosio, 1999, 146).
Artinya: "Saya telah menggunakan kata Etnomatematika sebagai mode, gaya, dan teknik (tics) menjelaskan, memahami, dan menghadapi lingkungan alam dan budaya (mathema) dalam sistem budaya yang berbeda (ethnos)" (D'Ambrosio, 1999, 146).

Dari definisi tersebut etnomatematika dapat diartikan sebagai matematika yag dipraktikkan oleh kelompok budaya, seperti masyarakat perkotaan dan pedesaan, kelompok buruh, anak-anak dari kelompok usia tertentu, masyarakat adat, dan lainnya. Jadi dasar dari Ethnomathemathics adalah budaya.

Etnomathematics tentunya mempunyai keselarasan dengan metode yang lain. Karena Etnomathematics menggunakan hermenitika, sangat memungkinkan menggunakan metode yang selaras, antara lain yang pertama adalah pendekatan rmatematika realistik. Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), merupakan sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Maka dalam pendekatan matematika realistik terdapat empat tingkatan yaitu :
1.      benda konkret;
2.      model konkret;
3.      model formal;
4.      matematika formal.
Matematika konkret kita gali menggunakan Etnomathematics. Lalu yang kedua ada cooperative learning. Slavin (dalam Rusdi ,1998) mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu pendekatan pembelajaran ,dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen , yang anggotanya terdiri dari empat atau enam orang. Melalui kelompok tersebut mengamati benda bersama-sama, karena unsur dasar Etnomathematics adalah artifacts (benda konkret).
Contoh attefak yaitu bangunan-bangunan di Bali. Semadiartha (2011) mengajukan konsep refleksi yang digunakan pada bangunan-bangunan di Bali.
Misalnya:


Selain itu, Nenek-nenek kita di Bali mungkin tidak mengenal definisi lingkaran sebagai himpunan titik-titik yang berjarak sama. Mereka juga bisa jadi tidak tahu bagaimana membuat gambar lingkaran dengan menggunakan jangka seperti yang biasa kita lakukan.Mereka mungkin tidak tahu jumlah sudut dalam lingkaran sebesar 3600.Tapi dengan jelas mereka bisa membuat bentuk lingkaran dengan menggunakan peralatan sederhana, hanya dengan busung (janur/daun kelapa yang masih muda), semat (lidi tajam yang berguna untuk merekatkan bagian-bagian busung), dan pisau. C aranya yaitu dengan memotong janur dalam ukuran yang sama. Pertemukan tengahnya kemudian semat ujung-ujungnya.
Ilustrasinya sebagai berikut:




DAFTAR PUSTAKA
Refleksi kuliah pertama Etnomathematics dengan Prof. Dr. Marsigit, S1 Pendidikan Matematika A 2013.



Senin, 15 Februari 2016

Etnomathematics



Refleksi kuliah pertama Etnomathematics dengan Prof. Dr. Marsigit
oleh
Annisa Nur Arifah
13301241011
Pendidikan Matematika A 2013

Etnomathematics dan Budaya Pendidikan
            Etnomathematics termasuk ranah inovasi, reformasi, dan juga research. Orang yang peduli dengan Etnomathematics berarti peduli terhadap inovasi dan research dalam bidang pendidikan serta pengambangan perangkat pembelajaran, sumber belajar dll. Orang yang tidak peduli dengan Etnomathematics berarti tidak perlu macam-macam, dalam mengajar cukup dengan ceramah, memperhatikan, ceramah tidak berkembang dan tidak memerlukan research atau dengan kata lain tidak memerlukan Etnomathematics. Dalam mempelajari Etnomathematics terdapat unsur pendukung yaitu perubahan mindset atau paradigma.
Perubagan mindset bisa simpel namun bisa juga rumit, simpel ketika metode yang digunakan dari konvensional menuju inovatif. Konvensional mempunyai ciri-cirinya menggunakan metode ceramah, tunggal, orientasi pada guru, paradigma transfer of knowlage, siawa pasif, dan sumber-sumber terbatas. Sedangkan inovatif atau pembaruan ciri-cirinya student center, metode pembelajaran berfariasi dan fleksibel, siswa aktif dan kreatif, fariasi media, sumber belajar, dan penilaian.
Pengertian Etnomathematics menurut D'Ambrosio : “Ethnomathematics is used to express the relationship between culture and mathematics” (D’Ambrosio, 2001: 308, dalam Heron & Barta, 2009 : 26). Oleh karena itu kendala-kendala dalam mempelajari Etnomathematics yaitu pertama, karena merupakan produk dari budaya. Menurut Heron & Barta : "Culture is viewed as a group’s or person’s dialect, geographical locale, or views of the world rather than a restricted view that is solely focused on a group’s artifacts or a person’s ethnicity" (Heron & Barta, 2009: 26- 27). Maka budaya dapat dilihat dari tontonan-tontonan di televisi yang lebih kearah konvensional sehingga membuat intusi kita juga kearah konvensional. Kedua, sistem pendidikan yang terpusat, dikendalikan negara atau politisi sehingga pendidikan dijadikan icon. Akibatnya keberhasilan dalam pendidikan selalu ingin ditampilkan. Padahal pendidikan mempunyai sifat jangka panjang seperti dalam membangun kreatifitas dibutuhkan waktu sekitar 10-15 tahun. Karena pendidikan masuk ke ranah politik, dalam 5 tahun penjabatan para politisi seperti manteri atau gubernur mereka ingin menunjukan bahwa mereka bisa membuat sesuatu. Pak menteri bisa membuat monumen pendidikan berupa kurikulum misalnya Kurikulum 2013. Tetapi ternyata ketika pergantian menteri, menteri yang baru acuh tak acuh terhadap menteri yang sebelumnya. Inilah pendidikan tersentralisasi yang mudah dikelola, dikontrol, dan diarahkan.
Saat dunia mengalami krisis ekonomi, sebagian negara mengancangkan pendidikannya. Contoh, di Inggris sistem pendidikannya desentralisasi. Guru mempunyai otonomi namun sekolah juga mempunyai otonomi. Karena ekonomi global atau persaingan global sistem pendidikannya berubah menjadi sentralisasi. Dari sisi perlindungan ke anak didik mengalami kemunduran karena kebebasan siswa bisa dijamin kalau sistem pendidikannya desentralisasi. Dalam sistem pendidikan sentralisasi, sekolah sudah menjadi pelaksana kebijakan negara atau pemerintah. Seperti di Indonesia kebijakannya berupa Ujian Nasional ( UN ) maka semua sekolah melaksanakan UN. Kalau UN sebagai icon maka semua kegiatan atau apapun diarahkan untuk keberhasilan UN, baik halal maupun haram. Bahkan akan mungkin seorang guru akan berbuat curang atau kepala sekolah berani berbuat salah agar sekolahnya mendapat predikat baik atau ranking yang tinggi. Dari guru turun ke siswa yang turut berorientasi ke UN. Akibatnya metode mengajar yang favorit adalah menyelesaikan soal, ini tidak memerlukan Etnomathematics.
Apabila menggunakan Etnomathematics, kita sudah seharusnya mempunyai wajah multifaset, hidup tidak semata-mata berorientasi pada UN saja namun juga pada mathematika education is di seluruh dunia, mengikuti seminar, melakukan research, membaca jurnal, dll. Dengan Etnomathematics kita mempunyai perspektif yang lebih luas. Bahkan kalau S2 atau S3, ini menjadi dasar dari pengembangan pendidikan matematika tingkat dunia, tidak sekedar lokal atau menurut pada pemerintah saja. Perkara UN sebagai kebijakan nasional, sebagai guru harus mengikuti, tidak bisa tidak. Tetapi tidak ada salahnya jika tidak hanya fokus pada penyelesaian soal, karena pendidikan bukan sekadar trik menyelesaikan soal. Etnomathematics membedakan kita dengan orang lain. Ini semua merupakan Etnomathematics dari sisi kedudukan. Etnomathematics merupakan perspektif global, research global.
Etnomathematics sangat mengasikan, hanya orang-orang yang tidak mau masuk kepada stylenya yang akan mengalami kesulitan. Karena dalam Etnomathematics terdapat unsur sosial dan metode kualitatif. Orang-orang matematika murni yang lebih memakai logika akan kesulitan. Selain itu Etnomathematics mengandung aspek budaya.
Di sini, yang diperlukan adalah perubahan paradigma, setelah itu penyelesaian tindakan atau sikap dan perilaku. Dalam ilmu sosial dan psikologi perilaku ada yang sifatnya kontradiktif, cara diantara iya dan tidak, kompromistis, menunggu, sampai menunggu ketidakjelasan. Sehingga apabila Etnomathematics diangkat menjadi tema, terdapat unsur-unsur pendukung yaitu landasannya itu sendiri yang disebut dengan budaya. Jadi Etnomathematics yang diangkat disini merupakan pengembangan perangkat pembelajaran berbasis budaya. Pendukung yang lain adalah bahasa, keterampilan bahasa. Bahasa selaras danga psikologi/pendidikan/belajar/mengajar/perangkat pembelajaran. Dirangkum dalam Etnomathematics, pendekatannya dengan menggunakan hermenitika yang bahasa singkatnya yaitu terjemah dan menterjemahkan atau metode hidup. Semua kegiatan dalam kehidupan pasti melakukan penerjemahan. Metode ini merupakan metode yang paling kontologis dalam urusan dunia. Tidak ada metode yang lebih mendasar/ hakiki dari pada metode hidup. Metode tanya jawab, metode ceramah, dan sebagainya merupakan bagian dari metode hidup.
Karena Etnomathematics menggunakan hermenitika, sangat memungkinkan menggunakan metode yang selaras, antara lain yang pertama adalah pendekatan rmatematika realistik. Realistic mathematics education, yang diterjemahkan sebagai pendidikan matematika realistik (PMR), merupakan sebuah pendekatan belajar matematika yang dikembangkan sejak tahun 1971 oleh sekelompok ahli matematika dari Freudenthal Institute, Utrecht University di Negeri Belanda. Pendekatan ini didasarkan pada anggapan Hans Freudenthal (1905 – 1990) bahwa matematika adalah kegiatan manusia. Menurut pendekatan ini, kelas matematika bukan tempat memindahkan matematika dari guru kepada siswa, melainkan tempat siswa menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui eksplorasi masalah-masalah nyata. Maka dalam pendekatan matematika realistik terdapat empat tingkatan yaitu :
1.      benda konkret;
2.      model konkret;
3.      model formal;
4.      matematika formal.
Matematika konkret kita gali menggunakan Etnomathematics. Lalu yang kedua ada cooperative learning. Slavin (dalam Rusdi ,1998) mendefinisikan cooperative learning sebagai suatu pendekatan pembelajaran ,dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen , yang anggotanya terdiri dari empat atau enam orang. Melalui kelompok tersebut mengamati benda bersama-sama, karena unsur dasar Etnomathematics adalah artifacts (benda konkret). Artifacts ada yang bersifat gagasan atau ide berupa sastra, misalnya di keraton artefaknya berupa gending jawa.


Daftar Pustaka
Suwarsono, St. "Etnomatematika (Ethnomathematics)". 14 Februari 2016.
Sumardi, HB. " Hasil Penilaian Cooperatif Learning". 15 Februari 2016.
Hartono, Yusuf."Pendekatan Matematika Realistik". 15 Februari 2016.